Kinerja Manufaktur Tumbuh Positif di 2021, Ini Rinciannya

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan pertumbuhan kinerja manufaktur pada akhir 2021 diproyeksi lebih baik dibandingkan dengan 2020. Hal ini juga terlihat dari Purchasing Manager Index (PMI) manufaktur di Indonesia pada Oktober lalu mencapai titik 57,2 poin atau mengalami pertumbuhan dari 42 poin pada September.

“Di mana bisa kita lihat dari beberapa indikator, sebut saja misalnya total ekspor nasional. Di mana kita melihat bahwa ekspor sektor industri mencapai Rp 131,13 miliar. Ini berkontribusi sebesar 80,3% dari total ekspor nasional,” terang Agus dalam program Power Lunch, CNBC Indonesia (Kamis, 25/11/2021).

Dia menambahkan perolehan PMI Indonesia menjadi yang tertinggi dalam sejarah Indonesia sejak (IHS) Markit, sebuah institusi, melakukan survei terhadap beberapa negara, termasuk Indonesia. Capaian tersebut, menurut Agus, mengindikasikan bahwa ketangguhan dari sektor industri manufaktur di Indonesia cukup kuat.

“Untuk nilai investasi, di sektor industri pada 2020, sebesar Rp 272,9 triliun ini meningkat dibanding pada tahun 2019 yang mencapai Rp 216 triliun. Ini gambaran dari sektor manufaktur,” beber dia.

Agus menambahkan pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam pemulihan sektor industri manufaktur dari pandemi COVID-19. Salah satu yang dilakukan Kemenperin yakni kebijakan IOMKI (Izin Operasional Mobilitas Kegiatan Industri), yang mengatur bahwa industri bisa tetap melakukan kegiatan dengan protokol kesehatan ketat.

“Salah satu policy yang menurut pandangan kami yang sangat strategis dan membantu pertumbuhan ekonomi tidak terlalu turun parah, yaitu ketika kami di Kementerian Perindustrian menerbitkan kebijakan IOMKI,” kata Agus.

Selain IOMKI, Kemenperin juga mempersiapkan relaksasi melalui Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPNBM) untuk sektor otomotif dan properti.

“Kedua sektor ini, otomotif dan properti, merupakan sektor yang sangat strategis karena keduanya memiliki pendukung industri yang begitu luas. Industri pendukung di belakangnya,” ungkap Agus.

Upaya selanjutnya adalah penetapan harga gas US$ 6 per mmbtu bagi sektor industri. Menurutnya, saat ini sebanyak 7 sektor industri telah memanfaatkan penetapan harga gas dan Kemenperin akan memperbanyak lagi sektor industri yang bisa mendapatkan kebijakan tersebut.

“Pada prinsipnya kami di Kementerian Perindustrian mempunyai policy bahwa no one left behind. Jadi, semua industri yang memang dibutuhkan gas sebagai bahan baku harus bisa mendapatkan harga gas yang kompetitif, yaitu US$ 6 per mmbtu agar daya saing kita bisa tetap tinggi,” terang dia.

Adapun bagi Industri Kecil Menengah (IKM), Kemenperin meluncurkan program Gerakan Bangga Buatan Indonesia pada awal 2019. Gerakan tersebut untuk memfasilitasi produk dari industri kecil dan menengah agar bisa berkembang sehingga bisa menjangkau pasar lebih luas, baik pasar domestik maupun pasar global.

“Di mana kita dalam program ini melakukan apa yang disebut dengan business matching antara IKM-IKM dengan pelaku pelaku e-commerce sehingga produk dari IKM itu bisa masuk ke e-commerce,” ujar dia.

Diketahui, saat ini Kemenperin tengah menyiapkan strategi dalam memperkuat struktur manufaktur dalam negeri, yakni program substitusi impor 35%. Dalam program ini, pihaknya menargetkan 35% substitusi impor pada 2022.

“Dari masing-masing sektor itu kita sudah sisir, kita identifikasi produk-produk yang kita targetkan biar bisa melakukan pengurangan impor yang nendang, yang substansial, sehingga program 35% bisa tercapai,” jelas Agus.

Dalam program ini, Kemenperin juga menetapkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), yakni Kementerian BUMN diwajibkan untuk membelanjakan produk dalam negeri selama produk tersebut memiliki nilai TKDN 40%.

Sumber cnbcindonesia.com:

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only