Bursa Asia mayoritas menghijau, investor fokus ke pertemuan bank sentral pekan ini

Bursa utama Asia mayoritas ditutup menguat pada perdagangan Senin (13/12). Indeks Nikkei 225 dan Indeks Shanghai Composite masing-masing naik 0,71% dan 0,40%. Dari dalam negeri, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat  0,15% ke level 6.662,871.

Tim Riset Phillip Sekuritas Indonesia mengatakan, mayoritas indeks saham di Asia yang ditutup naik seiring fokus perhatian investor yang tertuju pada pertemuan kebijakan sekitar 20 bank sentral di dunia  pekan ini. Investor tampak yakin pasar akan mampu menerima apapun hasil pertemuan kebijakan bank-bank sentral itu, termasuk penarikan (tapering) paket stimulus moneter yang lebih cepat oleh bank sentral AS (Federal Reserve)

Reaksi dingin pasar terhadap rilis data inflasi atau consumer price index (CPI) AS pada Jumat (10/12) lalu memberi indikasi bahwa investor sudah mempertimbangkan (priced in) normalisasi kebijakan moneter di sebagian besar negara di dunia. Namun, dengan banyaknya pertemuan kebijakan yang berlangsung pekan ini, tentunya selalu ada risiko terjadinya kejutan dari satu atau dua bank sentral.

Selain itu, investor juga mencermati sinyal Pemerintah China yang akan mengambil langkah kebijakan untuk menopang laju pertumbuhan ekonomi. Partai Komunis China ingin menghindari kelesuan parah aktivitas ekonomi (hard landing) menjelang pergantian kepemimpinan pada pertemuan tahun depan.

Untuk itu, para pejabat China menjanjikan potongan pajak (tax cut) dan berbagai kebijakan yang mendukung pertumbuhan (pro-growth) pada acara perencanaan tahunan dengan penekanan pada mempertahankan stabilitas pasca penurunan laju pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga 2021.

Dari sisi makroekonomi, data Tankan Large Manufacturer Index yang di rilis oleh Bank of Japan (BOJ) bertahan di level 18 pada kuartal keempat 2021. Angka ini tidak berubah dari level pada kuartal sebelumnya, namun berada di bawah ekspektasi pasar, yakni sebesar 19. Ini merupakan tanda bahwa lonjakan harga bahan mentah telah menghalangi pemulihan ekonomi Jepang dari hantaman pandemi.

Perusahaan manufaktur raksasa Jepang juga meyakini kondisi ke depan akan semakin memburuk karena tingginya harga bahan bakar minyak (BBM) dan pelemahan nilai tukar mata uang yen Jepan (JPY) akan membuat biaya impor menjadi lebih mahal. Akibatnya, bahwa Jepang akan mempertahankan dukungan fiskal dan moneter yang berskala masif untuk menopang pemulihan ekonomi yang masih rentan juga semakin besar. 

Sumber: investasi.kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only