Pemerintah Tarik Utang Rp 973,6 Triliun Tahun Depan

Pemerintah bakal menarik utang Rp 973,6 triliun untuk membiayai defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tahun 2022 dengan porsi yang akan terus dioptimalkan melalui penerbitan surat berharga negara (SBN) dalam denominasi rupiah sebagai sumber pembiayaan utang.

Pembiayaan utang tahun depan tercatat turun 5,2% lebih rendah dibanding outlook penarikan utang sepanjang 2021 yang sebesar Rp 1.026 triliun.

Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Riko Amir mengatakan pembiayaan utang akan dipenuhi melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dan penarikan pinjaman dipastikan tetap sesuai koridor dengan kerangka APBN 2022 yang telah disusun.

Secara rinci, Riko menuturkan, sumber pembiayaan utang lebih banyak bersumber dari domestik dibanding valuta asing, dengan persentase denominasi rupiah mencapai 80%-82% dan valas mencapai 18%-20%.

“Penawaran SBN bruto dilakukan melalui lelang maupun non-lelang, dengan porsi Surat Utang Negara (SUN) 69%-72% dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) alias sukuk negara sebesar 28%-31%,” ujar Riko dalam konferensi pers Strategi Pembiayaan APBN Tahun 2022, Senin (13/12/2021).

Adapun penerbitan SBN bruto dapat melalui lelang dan non-lelang. Lelang di pasar perdana, dan juga yang disebut non-lelang adalah adanya SBN ritel, private placement, maupun pelaksanaan SKB III (antara pemerintah dengan Bank Indonesia).

Riko mengatakan, strategi penarikan utang 2022 memprioritaskan penerbitan SBN di pasar domestik, sedangkan sumber utang luar negeri akan dimanfaatkan sebagai pelengkap. Hal ini ditujukan untuk menghindari crowding out effect dengan tetap memperhatikan cost of fund yang menarik.

Riko berharap, rasio utang tahun depan lebih kecil dari perkiraan sebesar 43,2 persen dari PDB. Pasalnya pemerintah akan memaksimalkan penggunaan SAL maupun Silpa, serta menarik lebih banyak basis pajak dengan pengesahan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

“Proyeksi di 2022 masih 43,2% tapi kita harapkan lebih kecil. Jadi dalam tahun berjalan ada penerbitan SBN, artinya (penerbitan utang) bukan sporadis, tapi dalam satu rencana,” jelas Riko.

Kemudian, penerbitan utang tahun 2022 juga berpotensi menurun karena adanya program pengungkapan sukarela (PPS) atau lebih dikenal dengan pengampunan pajak (tax amnesty) selama 6 bulan mendatang.

Sebagai informasi, penerimaan negara tahun depan belum menghitung dampak dari pengesahan UU HPP yang disebut akan meningkatkan basis penerimaan pajak.

“Jadi arah kebijakan oportunistik, fleksibel dan prudent, dengan pengadaan dari sisi pengadaan pinjaman dan pengadaan SBN. Intinya kita selalu melihat keseimbangan biaya dan risiko dalam penerbitan pembiayaan kita,” tandasnya.

Sumber: beritasatu.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only