Beleid Pajak Daerah Bisa Mengerek Harga Properti

Pebisnis properti berharap pemerintah memberikan lagi subsidi untuk sektor properti

JAKARTA. Pebisnis properti masih mendalami efek kenaikan pajak daerah atas tanah. Ini adalah salah satu konsekuensi dari penetapan Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD), Selasa (7/12).

Kenaikan sejumlah pungutan pajak tersebut berpotensi mempengaruhi harga properti. Di saat yang sama, pasar properti belum pulih akibat tekanan pandemi Covid-19.

Aturan ini lebih banyak membuka batas atas tarif paja daerah, meskipun di sisi lain membatasi jumlah jenis pajak yang boleh dipungut oleh daerah. Salah satu tarif yang naik misalnya pajak bumi dan bangunan (PBB) perdesaan dan perkotaan alias PBB-P2.

Saat ini, tarif PBB-P2 dipatok 0,1% sampai 0,3% dari nilai jual objek pajak (NJOP). Beleid HKPD mengerek batas atas menjadi paling tinggi 0,5%.

Direktur & Corporate Secretary PT Suryamas Dutamakmur Tbk (SMDM) Ferry Suhardjo mengaku masih mendalami sejumlah ketentuan dalam UU HKPD. Namun terkait PBB-P2, dia menilai batas atas tarif saat ini 0,3% sejatinya masih ideal.

Dia mengemukakan, kenaikan per meter persegi (m2) untuk harga tanah dan bangunan disesuaikan dengan nilai pasar di masing-masing wilayah. Dengan kenaikan menjadi 0,5%, dikhawatirkan berdampak pada penjualan properti karena akan menambahkan beban tambahan bagi pemilik atau pembeli.

“Terutama bagi market investor. Jika naik menjadi 0,5% sedikit-banyak akan mempengaruhi penjualan properti. Sebenarnya 0,3% adalah rate yang ideal,” ungkap Ferry, kemarin.

Investor properti

Selain tarif PBB-P2, Ferry pun menyoroti mengenai Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Penghasilan (PPh) penjualan. Dia berharap ada penurunan tarif BPHTB saat ini yang sebesar 5% dan PPh penjual sebesar 2,5%.

Menurut dia, penurunan tarif BPHTB dan PPh penjual bisa menjadi stimulus untuk mendongkrak penjualan properti. Di sisi lain, gairah pasar properti bakal berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional. Maklumlah, selama ini laju sektor properti menjadi salah satu tulang punggung bagi banyak sektor penunjang industri ini.

“Karena properti mempengaruhi lebih dari 100 jenis industri sehingga pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia,” sebut Ferry.

Setali tiga uang, manajemen PT Metropolitan Kentjana Tbk (MKPI) menilai, kenaikan batas atas tarif PBB Perdesaan dan Perkotaan berpotensi memberatkan para pelaku usaha properti. Wakil Direktur Utama PT Metropolitan Kentjana Tbk, Jeffri Tanudjaja mengungkapkan, dengan kenaikan tersebut maka akan memberatkan pengembangan maupun pemilik kaveling atau bangunan.

“Apalagi jika langsung diterapkan tahun depan karena selama dua tahun pandemi ini, efek ke perusahaan sangat terasa,” kata dia, Rabu (8/12).

Kendati demikian, Jeffri belum bisa merinci besaran PBB yang dibayarkan perusahaan per tahunnya. Namun ia memastikan selama ini MKPI termasuk dalam salah satu pembayaran pajak PBB terbesar di Jakarta Selatan.

Sumber : Harian Kontan Jumat 10 Desember 2021 hal 13

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only