Tax Amnesty Jilid II Siap Digelar Awal Tahun 2022

JAKARTA. Program Pengungkapan Sukarela (PPS) wajib pajak atau tax amnesty jilid II siap digelar awal tahun hingga 30 Juni 2022. Pekan lalu, Menteri Keuangan  telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak. Beleid ini  menjadi aturan pelaksana program tax amnesty jilid II tersebut.

Merujuk aturan tersebut, ada dua pilihan  yang ditawarkan pemerintah dalam pengungkapan harta wajib pajak  Pertama, pengungkapan harta bersih yang diperoleh sejak  1 Januari 1985 sampai 31 Desember 2015. Kedua, pengungkapan harta yang diperoleh sejak 1 Januari 2016 hingga 31 Desember 2020.

Pemerintah menawarkan tarif beragam untuk dua skema itu. Tarif terendah 6% dan tarif tertinggi 30%. Namun, jika ada harta yang luput diungkap, wajib pajak bisa dikenai sanksi denda 200% dari kewajiban, sebagaimana diatur  Pasal 18 Undang-Undang No 11/2016 tentang Pengampunan Pajak (lihat tabel). 

Pemerintah juga menawarkan pilihan atas repatriasi harta yang berada di luar negeri. Pilihannya dialihkan dan diinvestasikan ke sektor pengolahan sumber daya alam (SDA) atau sektor energi terbarukan, maupun surat berharga negara (SBN). Pengalihan harta dilakukan paling lambat 30 September  2023.

Jangka waktu minimal masa investasi harta repatriasi dari luar negeri itu adalah lima tahun. Jika peserta yang memilih skema I tidak memenuhi ketentuan repatriasi maupun jangka waktu investasinya, ia akan terkena tambahan tarif pajak penghasilan (PPh) final berkisar 3% hingga 7,5%. Sementara peserta yang memilih skema II tidak memenuhi  ketentuan reptariasi maupun jangka waktu investasinya, ia akan dikenai tambahan PPh final berkisar 3%-8,5%.

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyatakan pemerintah tak menargetkan nilai tertetu dari program tax amnesty jilid II. “Kami buka karena permintaan pengusaha. Harapannya mereka memanfaatkan program ini,” katanya kepada KONTAN beberapa waktu lalu.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bidang Kebijakan Publik Sutrisno Iwantono menilai banyak  pengusaha dan masyarakat luas belum memahami aturan teknis tax amnesty jilid II ini. “Agar menarik perhatian dan banyak yang ikut, perlu sosialisasi lebih agresif,” kata Sutrisno .

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasyid berjanji, Kadin akan mendorong anggota untuk mengikuti program ini. “Kadin membuka pintu sebagai sentra pengungkapan sukarela di Wisma Kadin selama periode PPS berlangsung agar pebisnis dapat berdiskusi terkait tata cara pelaksanaan dengan lebih jelas,” kata dia. 

Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia Teuku Riefky menilai tawaran program ini  menguntungkan wajib pajak. Tapi dia menyoroti terbatasnya kriteria investasi dana repatriasi tax amnesty jilid II.

Riefky mencontohkan, penempatan aset repatriasi di obligasi negara masih menguntungkan. Peserta tax amnesty jilid II bisa berinvestasi di obligasi negara tenor minimal lima tahun. Prediksi dia, yield obligasi RI tahun depan lebih menarik ketimbang return obligasi  negara lain.

Sementara penempatan dana repatriasi di sektor pengolahan sumber daya alam dan energi terbarukan juga relatif menjanjikan. Apalagi saat ini harga komoditas sumber daya alam sedang tinggi dan berpeluang tetap tinggi pada tahun-tahun mendatang.

Riefky juga berharap pemerintah menyiapkan peta jalan penggunaan investasi dana repatriasi bagi pembangunan dalam negeri. Dengan cara ini dana repatriasi bisa membantu mengurangi belanja pemerintah untuk energi terbarukan dan infrastruktur sehingga ada multiplier effect program tax amnesty ini.

Sumber : Harian Kontan Selasa 28 Desember 2021 hal 1

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only