Minim Pilihan Investasi Duit Tax Amnesty

JAKARTA. Program Pengungkapan Sukarela (PPS) siap digelar mulai 1 Januari sampai 30 Juni 2022 nanti. Pemerintah berharap harta yang diungkapkan para wajib pajak tajir dalam program yang punya sebutan tax amnesty jilid II itu makin banyak.

Kepala Sub Direktorat Penyuluhan Pajak Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Inge Diana Rismawanti menyebut Dirjen Pajak sudah menelisik potensi harta kekayaan wajib pajak yang berasal dari pertukaran data di Authomatic Exchange of Information (AEoI) sejak 2018 hingga Desember 2020.

Pertama, data saldo pada sebanyak 131.438 rekening wajib pajak (WP) ditaksir mencapai Rp 670 triliun yang tersimpan di rekening perbankan luar negeri maupun dalam negeri.

Kedua, data penghasilan 50.095 WP atas bunga, penjualan, dan penghasilan lainnya,  dengan data penghasilan luar negeri yang dilaporkan pada Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi. Nilainya Rp 676 triliun. Alhasil, potensi pengungkapan kekayaan di program tax amnesty jilid II nanti bisa Rp 1.346 triliun.  

Potensi ini bisa bertambah lantaran Ditjen Pajak punya basis data WP lainnya dari internal maupun eksternal. Apalagi sebelumnya saat menggelar program tax amnesty jilid I, Menteri Keuangan saat itu, Bambang Brodjonegoro memiliki perkiraan jumlah harta kekayaan orang Indonesia di luar negeri minimal bisa mencapai Rp 11.000 triliun.

Yang menjadi tantangan saat ini adalah wadah investasi untuk menampung duit dalam jumlah besar ini ke instrumen menarik.

Pemerintah saat ini hanya menyebut dana yang dibawa ke dalam negeri atau repatriasi bisa ditampung dalam  surat berharga negara (SBN), investasi langsung di proyek hilirisasi mineral juga energi baru terbarukan (EBT).

Sebagai gambaran, pemerintah berencana menerbitkan SBN hampir Rp 1.000 triliun di tahun depan. Adapun proyeksi investasi EBT di 2021-2030  sekitar Rp 500 triliun.

Investasi di proyek hilirisasi mineral atau smelter membutuhkan dana minimal US$ 200 juta per proyek atau Rp 2,86 triliun (kurs Rp 14.300).
Jika tahun 2024 bakal ada 53 proyek smelter, butuh dana  minimal US$ 5,3 miliar atau Rp 151,58 triliun.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Reaseacrh Institute Prianto Budi Saptono memperkirakan karena pilihan investasi dan  return minim, maka hanya sekitar 10% dana WP yang akan direpatriasi atau sekitar Rp 134,6 triliun.

Ekonom Teuku Riefky menilai, instrumen SBN cukup untuk menampung dana repatriasi dan bisa mengurangi dominasi investor asing di obligasi negara.

Sumber : Harian Kontan Rabu 29 Desember 2021 hal 1

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only