Defisit APBN 2022 Diproyeksi Lebih Rendah, Ini Sebabnya

Pemerintah meyakini defisit fiskal di tahun 2022 mampu ditekan hingga 4,3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) RI. Defisit ini lebih rendah dari target APBN sebesar Rp 868 triliun atau setara dengan 4,85 persen. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengatakan, angkanya bahkan lebih rendah dari realisasi sementara defisit fiskal tahun 2021 sebesar 4,65 persen. Hal ini sejalan dengan arah konsolidasi fiskal sebesar 3 persen di tahun 2023 mendatang. “Tampaknya akan lebih kecil dari 4,4 persen, bisa 4,3 persen bahkan bisa lebih rendah. Kalau lita performance-nya, sesuai yang kita ekspektasi,” kata Febrio dalam Taklimat Media, Rabu (12/1/2022).

Febrio mengungkapkan, rendahnya proyeksi defisit didorong oleh pendapatan negara yang diperkirakan akan meningkat disumbang dari implementasi Undang Undang nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). UU tersebut mengakomodir reformasi sistem perpajakan, mulai dari kenaikan tarif PPN, kenaikan pajak orang kaya, implementasi program pengungkapan sukarela (tax amnesty jilid II), dan hadirnya mekanisme pajak karbon. Adapun ketika APBN 2022 disetujui pada bulan September-Oktober 2021, UU HPP belum masuk perhitungan.

“Saat menyusun APBN 2022 di September – Oktober 2021, dalam konteks ini banyak asumsi-asumsi yang belum kami masukkan, seperti UU HPP. Jadi (defisit 4,85 persen) ini belum termasuk hasil reformasi,” ucap Febrio. Di sisi lain, Indonesia ketiban durian runtuh dengan naiknya harga komoditas unggulan yang membuat nilai ekspor dan penerimaan negara naik tinggi. Dia memproyeksi, kenaikan harga komoditas energi seperti migas dan batu bara diproyeksi masih berlanjut sampai pertengahan tahun 2022. Sementara nikel, kelapa sawit, dan karet akan mengikuti tren pertumbuhan ekonomi dunia. Dengan demikian, Febrio meyakini konsolidasi fiskal akan berjalan sesuai target, yakni menurunkan defisit di bawah 3 persen pada tahun 2023, sebagaimana mandat Undang Undang Nomor 2 Tahun 2020. “Kita perbaiki belanja dan perpajakan dengan UU dan perbaiki pembiayaan. Arah menuju konsolidasi fiskal semakin kredibel, kami ingin recovery berkualitas,” jelas Febrio.

Turunnya defisit lantas membuat proyeksi penarikan utang sepanjang 2022 pun bisa lebih rendah. Apalagi Bank Indonesia (BI) bersama pemerintah sepakat berbagi beban (burden sharing) yang berdampak pada penurunan biaya bunga utang yang dibayar pemerintah. Febrio menilai, kesepakatan lantas membuat rasio kenaikan utang cukup statis (flat), setelah meningkat dari 29 persen menjadi 39-41 persen pada tahun 2020. “Jadi jangan khawatir, tahun 2022 utangnya juga akan terkendali. Kita tahu kenaikan utang untuk 2020 jelas countercyclical, tapi kemudian 2022 mulai flat, hampir tidak naik lagi. Di situ akan kita lihat peluang untuk lakukan konsolidasi fiskalnya dengan lebih kredibel,” tandas Febrio.

Sumber: money.kompas.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only