Orang Kaya Singapura akan Dikenai Kenaikan Pajak

Menteri Keuangan (Menkeu) Lawrence Wong menyampaikan bahwa Pemerintah Singapura bakal mulai menerapkan kenaikan pajak atas barang dan jasa (goods and services tax/GST) tahun depan. Dalam pidato anggaran yang disampaikan Jumat (18/2), ia juga mengumumkan sejumlah kenaikan pajak yang ditujukan pada kelompok berpenghasilan lebih tinggi.

Langkah tersebut diambil seiring kebangkitan ekonomi Singapura yang sempat merosot akibat pandemi Covid-19. Tetapi, langkah ini masih memerlukan ketelitian ekstrem dalam mempertahankan daya tarik negara sebagai pusat finansial global, seraya mencermati kekhawatiran yang dirasakan di dalam negeri tentang meningkatnya ketidaksetaraan kekayaan dan biaya hidup.

“Pajak barang dan jasa akan naik menjadi 8% mulai Januari tahun depan, kemudian menjadi 9% pada 2024, dari 7% yang berlaku sekarang,” ujar Wong, dilansir Reuters.

Pemerintah juga berencana menaikkan pajak penghasilan bagi orangorang dengan penghasilan tinggi, kemudian menaikkan pajak properti residensial, dan mengenakan pungutan yang lebih tinggi pada mobil mewah.

“Penyesuaian pajak ini akan membantu meningkatkan pendapatan tambahan, juga berkontribusi pada struktur pendapatan yang lebih adil,” kata Wong.

Pemerintah Singapura dikabarkan telah berupaya meningkatkan pendapatan guna mendanai anggaran belanja masa depan yang diprediksi dapat mencapai lebih dari 20% dari produk domestik bruto (PDB) pada 2030. Penambahan anggaran dibutuhkan, terutama karena ada peningkatan pengeluaran untuk perawatan kesehatan di salah satu negara dengan kenaikan penduduk lanjuta usia tercepat.

Selama dua tahun terakhir, pemerintah telah berkomitmen hampir Sin$100 miliar untuk melindungi kelompok masyarakat, bisnis, dan ekonominya dari dampak pandemi Covid-19.

Dalam pidatonya, Wong mengumumkan paket anggaran belanja sebesar Sin$ 500 juta (US$3 72 juta) untuk membantu pekerjaan dan bisnis sebagai bagian dari proposal anggaran, serta mengusulkan menyisihkan Sin$ 560 juta untuk membantu warga Singapura menghadapi kenaikan biaya hidup.

Pemerintah memperkirakan defisit keseluruhan pada 2021 mencapai sebesar Sin$ 5 miliar, dan Wong secara tak terduga memprediksi terjadi defisit pada 2022 sebesar Sin$ 3 miliar.

Dengan demikian, total pengeluaran untuk 2022 diperkirakan mencapai sebesar Sin$ 102,4 miliar, dibandingkan Sin$ 98,4 miliar di tahun sebelumnya.

Lebih Ekspansif

Para analis pun sudah memperkirakan kembalinya surplus. Menanggapi pidato Wong, Analis MUFG Jeff Ng, mengatakan bahwa anggaran belanja itu lebih ekspansif dari yang diprediksi dan bahwa pemerintah sedang menangani pemulihan ekonomi yang masih tidak merata.

Ekonomi Singapura tahun ini diprediksi tumbuh 3%-5% dan pihak berwenang dapat terus membuka kembali perbatasannya, sekaligus melonggarkan pembatasan terkait Covid-19. Hal ini penting karena perekonomian Singapura sangat bergantung pada perdagangan global.

Ditambahkan bahwa ekonomi Singapura pada 2021 hanya tumbuh 7,6% setelah mengalami kontraksi pada 2020. Di sisi lain pemulihan di beberapa sektor seperti penerbangan dan pariwisata diperkirakan memakan waktu lebih lama karena kekhawatiran bahwa virus masih ada.

Wong mengungkapkan bahwa selama lima tahun ke depan pemerintah akan menghabiskan total anggaran sekitar Sin$ 9 miliar (US$ 6,70 miliar) untuk langkah-langkah membantu pekerja berupah rendah. Jumlah itu juga bakal dibelanjakan pada skema untuk membangun kemampuan digital bagi para pelaku bisnis dan pekerja.

Di samping itu, pemerintah akan lebih memperketat kebijakan bagi para pekerja asing dan meningkatkan ambang batas gaji untuk mengeluarkan visa kerja. Ambisi Singapura lainnya adalah mencapai emisi nol bersih, di mana pemerintah juga bakal meningkatkan pajak karbon mulai 2024.

Wong menambahkan bahwa sistem pajak perusahaan perlu diperbarui, mengikuti kesepakatan global tentang tarif pajak perusahaan minimum dan sedang mempertimbangkan langkah yang akan meningkatkan tarif pajak efektif perusahaan multi-nasional menjadi 15%.

Singapura adalah negara beryurisdiksi pajak rendah di mana beberapa perusahaan multinasional termasuk Alphabet’s Google, Microsoft dan Facebook memiliki kantor pusat regional. Dengan tingkat 17% tetapi memberikan insentif dan skema yang mengurangi tarif efektif.

Wong megungkapkan, pemerintah sedang memantau dengan cermat risiko kenaikan inflasi, yang didorong oleh pemulihan permintaan global, gangguan rantai pasokan yang berkelanjutan, dan terutama oleh kenaikan harga energi.

Pemerintah pun dilaporkan telah menyisihkan paket anggaran sebesar Sin$ 6,6 miliar untuk membantu meredam dampak kenaikan GST. Otoritas Moneter Singapura atau Monetary Authority of Singapore (MAS) juga memperketat pengaturan kebijakannya pada Januari tahun ini sebagai langkah pertama di luar siklus tujuh tahunan karena ekonomi yang pulih memberikan daya tarik dan harga-harga naik. MAS memperkirakan pengetatan lagi pada pertemuan kebijakan yang dijadwalkan pada April.

Tercatat inflasi inti (core) Singapura pada 2022 diproyeksikan 2%-3% dan inflasi utama (headline) mencapai 2,5%-3,5%.

Sumber: investor.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only