Faisal Basri: Makin Lama Jokowi Berkuasa, Makin Tercecer Ekonomi

Ekonom Senior Faisal Basri menilai ekonomi RI akan semakin buruk jika masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ditambah lebih dari 2 periode. Hal ini terlihat dari kinerja ekonomi domestik yang terus merosot dalam 8 tahun terakhir.
“Semakin lama Pak Jokowi berkuasa, semakin tercecer ekonomi,” ungkap Faisal dalam Webinar: Wacana Penundaan Pemilu,” Rabu (2/3).

Ia menjelaskan pertumbuhan ekonomi RI melambat di era Jokowi. Rata-rata pertumbuhan ekonomi di periode pertama Jokowi sekitar 5 persen, sedangkan periode kedua sekitar 4 persen.

“Pertumbuhan ekonomi kian melambat, 8 persen, 7 persen, era SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) 6 persen, era Jokowi pertama 5 persen, era Jokowi kedua 4 persen paling tinggi, 3,5 persen sih, tapi saya kasih ekstra lah 4 persen itu,” ungkap Faisal.

Belum lagi, rasio pajak juga terus menurun. Dengan demikian, penerimaan negara semakin kecil.

“Kenapa? Karena ekonomi tidak mengalami transformasi. Ibarat menanam pohon, pohon yang ditanam tidak bibit unggul, tidak disiram, tidak dipupuk, sehingga hasilnya menuai pajak yang semakin lama semakin turun,” jelas Faisal.

Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan, rasio pajak (tax ratio) RI terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 10,37 persen pada 2016, lalu merosot ke level 9,89 persen pada 2017.

Kemudian, rasio pajak naik tipis ke 10,24 persen pada 2018. Namun, rasio pajak kembali turun ke 9,76 persen pada 2019. Penurunan rasio pajak berlanjut pada 2020 menjadi 8,33 persen. Sementara, rasio pajak berhasil naik menjadi 9,11 persen pada 2021.

Selain itu, Faisal juga melihat utang semakin membengkak di era Jokowi. Bahkan, beban bunga utang pemerintah mencekik APBN. “Jadi untuk bayar utang tidak mampu, kecuali cari pinjaman lagi. Jadi pinjam untuk bayar bunga,” ujar Faisal.

Lalu, deindustrialisasi juga masih berlangsung sampai sekarang. Tak ayal, PDB Indonesia semakin rendah. Deindustrialisasi adalah proses kebalikan dari industrialisasi. Dengan kata lain, kontribusi sektor manufaktur alias atau industri pengolahan non migas terhadap PDB menurun.

“Padahal industri itu ujung tombak bagi pertumbuhan ekonomi,” tutur Faisal.

Meski kinerja ekonomi di era Jokowi terus memburuk, tapi Faisal mengaku tak menyesal telah memilih eks Gubernur DKI Jakarta itu dua kali. Sebab, ia masih dapat mengemukakan pendapat dengan bebas.

“Situasi akan lebih buruk kalau Prabowo (Subianto) menang, lebih susah dikendalikan. (Sekarang) saya lebih bisa bersuara, tidak masuk penjara, tidak diculik,” terang Faisal.

Sebagai pengingat, pasangan Jokowi dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin bertanding dengan kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pada 2019 lalu.

Faisal berharap Jokowi dapat mengoreksi diri hingga 2024 mendatang. Dengan demikian, Jokowi tetap bisa dianggap khusnul khotimah pada akhir kepemimpinannya. “Jadi khusnul khotimah, dianggap menjaga pilar-pilar demokrasi,” pungkas Faisal.

Sumber: cnnindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only