Perluas Basis Pajak, Threshold PKP dan PTKP Perlu Dikaji Ulang

Pemerintah perlu melakukan kajian terhadap penentuan threshold pengusaha kena pajak (PKP) dan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) bila ingin memperluas basis pajak dan meningkatkan penerimaan.

Saat ini, threshold PKP Indonesia yang mencapai Rp4,8 miliar sudah 4 kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata threshold PKP di 92 negara. Sebagai informasi, rata-rata threshold PKP di 92 negara hanyalah senilai Rp1,19 miliar.

“Dengan threshold yang terlalu tinggi, ada kemungkinan kita tidak bisa sepenuhnya melihat aspek-aspek konsumsi di Indonesia,” ujar Partner of Fiscal Research and Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji dalam FGD bertajuk Catatan dan Masukan atas Arah Kebijakan dan Strategi Target Penerimaan Perpajakan dalam RAPBN 2023 yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian Anggaran DPR RI, Senin (18/7/2022).

Selain melakukan kajian terhadap PKP, pemerintah juga perlu mengkaji pemberian PTKP sebagai pengurang pajak bagi wajib pajak orang pribadi.

Rasio PTKP terhadap pendapatan per kapita di Indonesia tercatat mencapai 0,92. Rasio tersebut relatif tinggi bila dibandingkan dengan standard deduction yang diberlakukan atas wajib pajak orang pribadi di negara-negara lain.

Bawono mengatakan salah satu opsi yang dapat diambil oleh pemerintah adalah mengurangi nilai PTKP dan memberikan itemized deduction ataupun kredit pajak atas biaya-biaya tertentu.

Melalui itemized deduction pemerintah bisa saja memberikan fasilitas pengurang pajak secara spesifik sesuai dengan biaya hidup masing-masing wajib pajak.

Sebagai contoh, pemerintah bisa memberikan pengurang pajak berdasarkan biaya kredit pemilikan rumah (KPR) yang ditanggung wajib pajak orang pribadi. Skema-skema semacam ini belum ada di Indonesia.

“Seluruh biaya hidup kita di Indonesia itu disederhanakan untuk pengurang pajaknya dengan skema PKTP, padahal bisa setiap orang itu bervariasi,” ujar Bawono.

Tak hanya memperluas basis pajak, penerapan itemized deduction atau kredit pajak juga bisa meningkatkan partisipasi wajib orang pribadi dalam sistem perpajakan.

“Di beberapa negara justru meningkatkan partisipasi wajib pajak karena mereka ingin biaya-biaya yang deductible itu bisa masuk. Mereka bisa mendapatkan pengurang-pengurang atas penghasilannya,” ujar Bawono.

Dengan mulai digunakannya nomor induk kependudukan (NIK) sebagai nomor pokok wajib pajak (NPWP), Bawono mengatakan opsi kebijakan ini berpotensi lebih mudah untuk diterapkan.

Sumber: ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only