KPEI: Insentif dan Disinsentif Bisa Jadi Opsi Tingkatkan Minat Transaksi Repo

Pemberian insentif dan disinsentif kepada pelaku pasar modal dapat menjadi salah satu opsi untuk mendorong penggunaan transaksi repurchase agreement atau repo.

Sebagai informasi, transaksi repo adalah kontrak jual atau beli efek dengan janji beli atau jual kembali pada waktu dan harga yang telah ditetapkan. PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) bertindak sebagai pihak ketiga atau triparty yang melayani proses transaksi debitur dan kreditur serta menjaga kontrak repo yang dibuat antar-pihak.

Direktur Utama KPEI Iding Pardi dalam sesi wawancara khusus dengan Bisnis Indonesia, Senin (18/7/2022), menyebutkan, ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui POJK No 9/2015 maupun Global Master Repurchase Agreement (GMRA) Indonesia Annex saat ini sudah mencukupi untuk menjadi payung terselenggaranya transaksi repo yang aman.

Menurutnya, hal terpenting yang saat ini perlu dilakukan adalah penegakan hukum (law enforcement) atas ketentuan tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan adanya insentif atau disinsentif dalam hal kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan pelaku sesuai ketentuan repo tersebut.

Ia mengatakan, lembaga yang melakukan transaksi repo melalui platform online yang disediakan oleh KPEI dapat memperoleh insentif seperti persyaratan Modal Kerja Bersih Disesuaikan (MKBD) yang lebih rendah.

Sebaliknya, pelaku yang bertransaksi secara bilateral saja dapat dikenakan disinsentif seperti persyaratan MKBD yang lebih tinggi. Menurutnya, hal tersebut dapat dilakukan karena manajemen risiko dari transaksi tersebut tidak dapat diketahui secara jelas.

“Mekanisme insentif dan disinsentif ini diharapkan dapat mendorong pelaku untuk menggunakan platform elektronik dalam transaksi repo nya, salah satunya melalui KPEI,” katanya.

Menurutnya, kebijakan insentif dan disinsentif ini perlu dilakukan untuk mendorong pelaku pasar melakukan transaksi repo secara elektronik. Hal tersebut mengingat transaksi repo murni dari kebutuhan pasar dan tidak dapat diwajibkan.

Ia menambahkan, GMRA Indonesia Annex maupun GMRA yang berlaku secara global saat ini belum menghadirkan klausul mengenai triparty repo.

“Jika hal ini dapat diupayakan, diharapkan dapat lebih menegaskan bahwa kehadiran pihak ketiga dalam suatu transaksi repo bilateral merupakan bentuk efisiensi dalam transaksi repo,” ujarnya.

Selain itu, insentif berupa pajak transaksi repo juga dapat menjadi opsi untuk meningkatkan minat pelaku pasar. Iding menyebutkan, saat ini transaksi repo masih menggunakan pajak atas transaksi jual dan beli, sehingga pelaku pasar akan dikenakan pajak dua kali saat menjual dan membeli.

“Hal ini tidak efisien bagi pelaku karena sebenarnya transaksi repo adalah satu kegiatan yang melibatkan jual dan beli,” katanya.

Dengan adanya KPEI yang memfasilitasi post trading dari transaksi repo, transaksi repo dapat dikenali sebagai satu kegiatan jual dan beli. Sehingga, pajak tersebut dapat diusulkan sebagai pajak transaksi repo, bukan pajak transaksi jual dan transaksi beli.

“Perpajakan terkait transaksi repo sendiri masih dibahas oleh OJK. Jika pajak transaksi repo sudah menjadi ketetapan dalam aturan perpajakan, maka pajak terkait transaksi triparty repo akan menyesuaikan,” pungkasnya.

Sumber: bisnis.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only