Tak penuhi janji, DJP bakal kejar ribuan peserta tax amnesty

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyatakan bahwa pihaknya sampai saat ini masih mengejar 2.422 wajib pajak, yang menjadi peserta Program Pengungkapan Sukarela (PPS) untuk melakukan repatriasi harta.

Direktur Ekstensifikasi dan Peniliaian DJP Aim Nursalim menjelaskan, seperti diatur di dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), repatriasi harta bersih harus direalisasikan paling lambat 30 September 2022 atau tiga bulan sejak PPS berakhir.

“Kita sudah mendata wajib pajak sejumlah 2.422 wajib pajak yang mencontreng untuk mengikuti repatriasi,” jelas Aim di kantornya, Selasa (4/10/2022).

Terhadap 2.422 wajib pajak yang menjadi peserta PPS tersebut, kata Aim pihaknya telah melakukan mengirimkan email untuk mengingatkan agar segera menyampaikan repatriasinya, serta merealisasikannya dengan menyetorkan kepada bank dalam negeri.

“Dari situ akan dilihat hasilnya seperti apa. Setelah itu, kami akan pantau dari pemantauan kita dan akan ditindaklanjuti,” jelasnya.

Adapun di dalam aturan yang ada, apabila komitmen tidak dipenuhi hingga batas waktu, ada ancaman sanksi yang bakal dijatuhkan kepada wajib pajak berupa tambahan PPh Final.

Sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 196/2021 yang mengatur sanksi tambahan PPh final akan lebih kecil apabila wajib pajak memberitahukan kegagalan repatriasi dan membayar sanksi secara sukarela.

Sebaliknya, sanksi akan lebih besar apabila kegagalan repatriasi ditemukan DJP hingga diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).

“Bagi yang mengikuti kita sepakat ini akan terus ikut, bagi yang tidak akan ditindaklanjuti. Kalau tidak, akan diperhitungkan PPh Finalnya,” jelas Aim.

Secara rinci, bagi wajib pajak peserta PPS Skema I yang gagal melakukan repatriasi harta, akan dikenakan tambahan PPh final sebesar 4% apabila dibayar sukarela atau 5,5% jika melalui penerbitan SKPKB.

Sementara pada wajib pajak peserta PPS skema II yang gagal melakukan repatriasi harta, akan dikenakan tambahan PPh final sebesar 5% apabila dibayar sukarela atau 6,5% jika melalui penerbitan SKPKB.

Merujuk pada lampiran PMK 196/2022, informasi-informasi yang harus disampaikan dalam laporan repatriasi antara lain nama dan NPWP, kode dan nama harta, tanggal repatriasi, nilai harta yang direpatriasi dalam mata uang asal harta, hingga kurs yang digunakan wajib pajak saat mengungkapkan harta dalam SPPH.

Wajib pajak juga harus mencantumkan nilai bersih dalam bentuk rupiah, kurs yang digunakan saat repatriasi harta, nama bank tempat wajib pajak menempatkan dana repatriasi, serta nomor rekening penempatan harta yang direpatriasi.

Harta PPS yang direpatriasi oleh wajib pajak harus tetap berada di Indonesia selama 5 tahun, terhitung sejak diterbitkannya surat keterangan PPS.

DJP mencatat, terdapat harta senilai Rp 16 triliun yang harus direpatriasi paling lambat 30 September 2022, sesuai dengan komitmen wajib pajak dalam SPPH.

Sumber: kabarbisnis.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only