Survei Indikator: Baru 18-19 Persen Responden yang Memiliki NPWP

Lembaga survei Indikator Politik Indonesia merilis sigi terbarunya mengenai pengetahuan dan sikap publik terhadap program reformasi perpajakan. Hasilnya, hanya 18 hingga 19 persen responden yang tercatat memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP.)

Adapun kelompok rumah tangga dengan tingkat pendapatan kotor Rp 4 juta, sebanyak 45-46 persennya sudah memiliki NPWP. “Namun demikian, tampak masih sangat besar yang belum menunaikan kewajibannya membayar pajak, sekitar 39-40 persen,” ujar Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi dalam acara perilisan survei secara virtual pada Kamis, 6 Oktober 2022.

Survei juga menunjukan bahwa kelompok karyawan adalah kelompok yang paling besar dalam hal tingkat kepemilikan NPWP dan kepatuhan membayar pajak. Sekitar 36,7 persen kelompok karyawan memiliki NPWP. Di antara yang memiliki NPWP itu, sekitar 73 persen telah patuh membayar pajak.

Sementara itu, kelompok wirausaha merupakan kelompok terbesar untuk segmen produktif yang memiliki NPWP. Jumlahnya 18,7 persen. Namun, tingkat kepatuhan membayar pajak kelompok wirausaha paling rendah, yakni sekitar 57 persen.

Di sisi lain, sekitar 74 sampai 75 persen pemilik NPWP merasa mudah dalam menunaikan kewajibannya membayar pajak. Secara umum, survei juga menunjukkan tidak banyak perubahan terkait faktor-faktor yang menjadi kendala dalam menunaikan kewajiban pajak. Namun pada kelompok
yang lebih potensial membayar pajak, peraturan perpajakan sulit dipahami.

“Ini kemungkinan karena sosialisasi dari petugas pajak yang jarang diterima publik,” kata Burhanuddin.

Sementara itu, mayoritas responden merasa cukup atau sangat percaya bahwa pajak merupakan bentuk dari prinsip gotong royong. Kendati begitu, banyak publik yang kurang atau bahkan tidak paham dengan pajak dan manfaat uang pajak.

Burhanuddin bukan hanya menyoroti persoalan sosialisasi, tapi juga persuasi publik tentang perpajakan. Menurut Burhanuddin, segmen pajak tampak sangat sempit. Karena itu, perlu ada reformasi sektor perpajakan jika ingin meningkatkan pendapatan negara dari pajak.

“Tapi hal ini sangat sensitif, perlu sangat hati-hati, terlebih di tengah situasi yang sulit sekarang karena efek kenaikan harga BBM,” ujarnya.

Ia menuturkan warga secara umum, termasuk pembayar pajak yang memiliki NPWP, mayoritas menolak kebijakan pengurangan subsidi bahan bakar yang berakibat naiknya harga BBM. Argumennya, harga minyak dunia mengalami peningkatan sehingga beban APBN semakin membengkak lebih dapat diterima oleh kalangan pembayar pajak, namun bentuk subsidi ideal bagi mayoritas warga adalah harga barang yang murah. Sehingga, dapat dinikmati seluruh masyarakat, termasuk menurut pembayar pajak.

Adapun penarikan sampel dalam survei tersebut menggunakan metode multistage random sampling. Dalam survei itu, jumlah sampel sebanyak 1.220 orang. Populasinya adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni berusia 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan.

Sumber: bisnis.tempo.co

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only