Pengawasan Pajak Makin Galak

Pemerintah cukup optimis dengan pergerakan ekonomi tahun 2023 mendatang, meski dibayangi ancaman resesi global. Selain menargetkan pertumbuhan lebih tinggi, pendapatan negara juga ditarget tinggi.

Akhir September lalu pemerintah dan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati target penerimaan perpajakan pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) sebesar Rp 2.021,2 triliun.

Ini kali pertama, target penerimaan perpajakan di atas Rp 2.000 triliun. Angka itu lebih tinggi dibanding target awal saat pembuatan nota keuangan yang sebesar Rp 2.169 triliun. Sementara outlook penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.924,9 triliun.

Dari sisi pendapatan negara, penerimaan pajak merupakan tulang punggung. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, hal ini mencakup penerimaan pajak sebesar Rp 1.718 triliun atau naik Rp 2,9 triliun dari usulan awal di Rp 1.715 triliun. Semua itu terdiri dari penerimaan pajak penghasilan (PPh) migas yang ditargetkan Rp 61,4 triliun , PPh non migas Rp 873,6 triliun , Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPBM) Rp 743 triliun , dan Pajak Bumi dan Bangunan Rp 31,3 triliun, serta pajak lainnya Rp 8,7 triliun.

Selain itu, ada penerimaan dari kepabeanan dan cukai Rp 313,2 triliun atau naik Rp 1,4 triliun dari usulan awal Rp 301,8 triliun.

Optimisme pemerintah ini tak lepas dari penerimaan pajak yang kencang dalam dua tahun terakhir. Misalnya pada tahun 2021 lalu, Direktorat Jenderal Pajak ( DJP ) mencatat penerimaan Rp 1.277,5 triliun atau melebihi target di APBN yang sebesar Rp 1.229,6 triliun. Rasio penerimaan pajak ini mencapai 103,9 % dari target.

Tahun 2022 ini, pemerintah juga melihat peluang target pajak terlampaui. ” Insya Allah, target Rp 1.485 triliun tahun ini dapat kita lewati,” kata Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal, Kamis ( 13/10 ).

Bahkan, dia mengingatkan, Menkeu pernah menyebutkan, penerimaan pajak tahun ini bisa mencapai Rp 1.608 triliun. Jika ini terjadi, maka kinerja pajak di atas target bisa ditoreh dua tahun berturut-turut.

Penerimaan pajak memang memberikan sinyal yang baik di tahun ini. Sampai Agustus 2022 lalu, DJP mencatat, penerimaan pajak hingga Agustus 2022 mencapai Rp 1.171,8 triliun atau sudah 78% dari target.

Untuk penerimaan sektoral, seluruh sektor utama tumbuh positif, ditopang oleh kenaikan harga komoditas, pemulihan ekonomi, serta bauran kebijakan antara lain phasing-out insentif fiskal, pelaksanaan Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan ( UU HPP ), dan kompensasi BBM.

Ajib Hamdani, Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai, target penerimaan pajak tahun depan sangat menantang, karena kenaikannya signifikan dibandingkan tiga tahun sebelumnya. Jika melihat target penerimaan pajak tahun depan sebesar Rp 1.718 triliun, angka ini lebih tinggi 15,69% dari outlook penerimaan pajak di tahun 2022 yang sebesar Rp 1.485 triliun.

Namun, dia sangsi laju perolehan pajak tetap sekencang ini pada tahun depan. Pasalnya, dua faktor pendorong perolehan pajak di tahun 2022 bakal sulit ditemui tahun depan.

Pertama, tahun ini ada lonjakan karena kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11% dari sebelumnya 10% April lalu, sehingga ada tambahan pajak Rp40 triliun-Rp50 triliun. Tahun depan, tidak akan ada lompatan lagi karena tarif bakal tetap.

Kedua, adanya program pengungkapan sukarela (PPS) yang berlaku hingga Juni 2022. Dalam enam bulan program tax amnesty jilid II tersebut, pemerintah mengantongi pajak penghasilan (PPh) Rp61 triliun dari total pengungkapan harta Rp504,8 triliun.

“Tahun depan tidak ada lagi kenaikan PPN 11 % dan program pengungkapan sukarela, jadi tidak bisa mengharapkan kenaikan signifikan lagi. Apalagi UU HPP berlakunya tahun ini dan tahun depan hanya meneruskan saja,” kata dia.

Dengan potensi pertumbuhan ekonomi tahun 2023 yang akan cenderung melandai dan adanya krisis dan resesi global, pengusaha dalam negeri melihat peluang ekonomi domestik bakal ikut melandai.

Nah ini akan berbanding lurus dengan potensi perpajakan. Kalau ekonomi melambat maka pundi – pundi kas negara juga akan melambat.

Staf Ahli Menteri Keuangan Dirjen Pajak Nufransa Wira Sakti mengakui , ada faktor lain yang menjadi tantangan pajak tahun depan yaitu harga komoditas. Tahun ini, windfall tax atau rezeki nomplok pajak datang dari kenaikan harga-harga komoditas. Namun belakangan, harga-harga komoditas sudah mulai melandai.

“Jadi, bisa saja tahun depan kita tidak mengandalkan windfal tax, karena tidak selamanya penerimaan pajak kita harus bergantung pada komoditas. “kata dia dalam Podcast Cermati DJP dengan tajuk Pajak Melonjak?, Selasa ( 11/10 ).

DJP  akan memutar otak mencari peluang-peluang penerimaan pajak untuk ke depan , meskipun ada ancaman resesi global , inflasi tinggi , dan pe ngetatan fiskal dan moneter di berbagai negara. Dengan tantangan ini , pemerintah harus meningkatkan penerimaan pajak tanpa distorsi terhadap ekonomi secara keseluruhan.

 Sri Mulyani juga menegaskan , target baru pajak yang lebih tinggi ini sudah memperhitungkan tidak ada lagi program pengungkapan sukarela ( PPS ) dan booming harga komoditas.

 Pendorong penerimaan pajak tahun depan antara lain, kelanjutan perolehan PPN yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi , serta pelaksanaan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan Lagipula , Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun depan masih berkisar 5,3% .

Singkatnya strategi peningkatan penerimaan pajak tahun depan akan dilakukan melalui penggalian potensi , perluasan basis perpajakan , peningkatan kepatuhan wajib pajak , serta perbaikan tata kelola dan administrasi perpajakan melalui inovasi layanan.

 Nufransa menjelaskan , DJP juga akan meningkatkan peng awasan , bekerjasama dengan kementerian atau lembaga lain , untuk meningkatkan pengawasan.  

Cara lain yang akan dilakukan DIP adalah mengembang basis pajak. Seperti diketahui dari PPS tahun ini . DJP mendapatkan basis pajak baru. Untuk mengembangkan ini pun, pemerintah sedang menggodok integrasi nomor identas kependudukan ( NIK ) dan NPWP. Jadi nantinya, NIK bisa dipakai sebagai NPWP bagi Wajib Pajak orang pribadi, seperti tertuang dalam UU HPP.

Dengan begitu , pemerintah akan lebih mudah mengetahui dengan detail aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat, termasuk total pengeluaran Wajib Pajak.

” Nanti mungkin bisa dilihat , pengeluaran besar tetapi pembayaran pajaknya kurang.Bisa jadi ada penghasilan yang tidak dilaporkan. Ini yang diawasi kata Nufransa.

 Masyarakat tidak perlu khawatir ketika NIK sudah terintegrasi dengan NPWP. Penyatuan data ini tidak berarti orang pribadi akan dipotong pajak.  Adapun penghasilan yang kena pajak seperti tertera dalam UU HPP adalah minimal Rp 60 juta per tahun atau sekitar Rp 5 juta per bulan.

 Bersamaan dengan integrasi NIK dan NPWP , DJP juga menerapkan pembaruan sistem inti administrasi perpajakan atau sistem Coretax. Dengan sistem ini sebanyak  6.000 pegawat Pa jak yang tadinya fokus di pelayanan bisa bergeser ke peng awasan, pemeriksaan dan penegakan hukum . Jadi , tingkat pengawasan DIP bakal lebih baik dengan sistem ini.

 Potensi pajak baru

Pemerintah juga akan menggali potensi baru untuk pengenaan pajak . Memang , Nufransa tidak menyebutkan sektor mana yang menjadi bidikan buru DJP. Tetapi , potensi pasar baru ini bisa datang dari sektor yang sudah dimasuki tetapi belum atau kurang diperhatikan.

Tahun 2022 ini misainya , ada segmen pajak yang di dorong yaitu PPN Perdagangan melalun Sistem Elektronik ( PMSE ) , Sebenarnya dari tahun 2020 , produk digital sudah dikenakan pajak. Produk digital yang di kenakan PPN ini yaitu pembelian melalui sistem elektronik , dari luar maupun dalam negeri dengan nilai transaksi atau jumlah trafik tertentu . Sejak 1 April 2022 tarif PPN PMSE sebesar 11%.

 Sebenarnya, banyak e-commerce sudah menjadi pemungut pajak. Namun, masih terbatas pada e-commerce yang memiliki barang sendiri atau toko ritel sendiri. Ini juga berlaku oada toko online rekanan pemerintah yang sudah memungut pajaknya sendiri melalui Bela Pengadaan.

Sementara di Indonesia , transaksi e – commerce terbesar di lakukan di marketplace.

Saat ini, pemerintah masih mengevaluasi rencana plat form e-commerce seperti Tokopedia, Blibli, dan Bukalapak, sebagai pemungut pajak dari transaksi pelaku usaha di dalamnya.

Nilai transaksinya pun tidak main-main. Sebagai gambaran, gross transaction value (GTV) DI Tokopedia maencapai Rp 290 triluin selama enam bulan 2022 saja. Sedangkan transaksi pemrosesan total (TPV) Bukalapak, pada kuartal I-2022 mencapai Rp 34,1 triliun dilanjutkan Rp 36,5 triliun di kuartal II .

Rencana platform e – commerce sebagai pemungut pajak ini merupakan turunan dari pasal 32A UU Ketentuan Umum Perpajakan melalui UU 7/2021 UU HPP.

 Sampai Agustus lalu , pelaku usaha PMSE yang sudah di tunjuk sebagai pemungut tercatat sebanyak 127 perusahaan . Mereka telah berhasil mengumpulkan penerimaan PPN sebesar Rp 8,17 triliun .

Selain PMSE , tahun ini juga sudah mulai berlaku Pajak Fintech dan Pajak Kripto pada tanggal 1 Mei 2022 dan dibayarkan di bulan Juni 2022.

“Pada implementasinya, UU HPP yang di dalamnya mencakup mengenai pengenaan pajak PMSE, pajak kripto, fintech, dan lainnya akan terus dievauasi, “’kata Yon.

 Ajib menilai , pemerintah perlu membuat program – program terobosan untuk menggenjot penerimaan pajak, paling tdak menerapkan ekstensifikasi dan intensifikasi. Misalnya dari Pajak PMSE, berapa besar dampaknya. Di sisi lain, ada ancaman penurunan ekonomi global, kegiatan ekspor dan impor melambat, sehingga pemerintah akan sulit mendasarkan asumsinya. Pndemi memang telah selesai, tetapi kita dihadapkan masalah baru yaitu inflasi yang akan terjadi karena membengkaknya harga pokok penjualan atas barang dan jasa.

Dia berharap, pemerintah bisa mengoptimalkan kebijakan fiskal dan moneter untuk mendorong dunia usaha berjalan baik. Langkah konkretnya seperti melanjutkan memberikan relaksasi dan restrukturisai kepada dunia usaha.

Menurut dia, jika ruang fiskal dipertahankan tetap lebar selama dua tahun ke depan, dunia usaha dapat bertahan dan memberikan kontribusi yang baik bagi negara.

Sumber: Tabloid Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only