IESR Ungkap Ada 4 Alasan Masih Rendahnya Alokasi Kredit untuk Energi Terbarukan

Menurut hasil kajian Institute for Essential Services Reform (IESR) dalam laporan terbarunya berjudul “Indonesia Sustainable Finance Outlook 2023” membeberkan ada empat alasan yang menyebabkan masih rendahnya alokasi kredit dari perbankan untuk proyek energi baru terbarukan (EBT). 

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa menjelaskan sejak 2018, investasi EBT telah gagal mencapai tujuan tahunannya, meninggalkan Indonesia dengan defisit pendanaan yang cukup besar sebelum dapat memenuhi 23% pangsa energi terbarukan pada tahun 2025. 

“Untuk menghindari ‘transition hazards’ di masa depan, Indonesia harus segera memulai transisi awal dengan secara bertahap menggeser menjauhi bahan bakar fosil dan menuju sumber energi terbarukan,” jelasnya dalam laporan yang dipublikasikan pada 17 Oktober 2022. 

Di dalam kajian tersebut, memaparkan total kredit yang disalurkan empat perbankan besar yakni BRI, Mandiri, BNI, dan BCA untuk proyek EBT masih sangat minim atau di kisaran 0,9% hingga 5,5% dibandingkan dengan jumlah portofolio berkelanjutan hingga 2021. 

Ada empat alasan yang menyebabkan rendahnya alokasi kredit untuk energi terbarukan dari sektor perbankan, pertama Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.51/POJK.03/2017 tidak mengamanatkan bank untuk meningkatkan porsi portofolio berkelanjutannya, termasuk porsi kredit. portofolio untuk energi terbarukan. 

Kedua, kurangnya bankabilitas dan tingginya risiko proyek energi terbarukan, termasuk biaya modal yang tinggi dan jangka waktu yang lebih lama untuk pembiayaan proyek. 

Ketiga, kurangnya keakraban bank dengan fitur-fitur proyek energi terbarukan sehingga bank perlu menganalisis proyek energi terbarukan dan menemukan cara untuk mengurangi risiko pembiayaan proyek energi terbarukan. Keempat, rendahnya kesadaran dan kepercayaan investor domestik untuk berinvestasi di energi terbarukan.

Sejatinya, di antara semua proyek energi terbarukan yang didanai oleh kredit perbankan pada tahun 2021, energi terbarukan yang paling banyak didanai adalah pembangkit listrik tenaga air, diikuti oleh biogas, solar PV, biomassa, dan panas bumi. 

Bank telah menyalurkan pembiayaan proyek per proyek untuk pembangkit listrik tenaga air, biogas, biomassa, dan panas bumi. Sementara itu, pemasangan PLTS (misalnya, oleh Bank Mandiri dan Bank BCA), didukung melalui skema pembiayaan yang melibatkan cicilan dan pinjaman tanpa agunan untuk pelanggan mereka. 

Sebagai informasi, penelitian yang dibuat IESR ini memaparkan berbagai skema dan instrumen pembiayaan berkelanjutan, termasuk pembiayaan campuran, pajak karbon, obligasi hijau, sukuk hijau, dan sumber pembiayaan seperti pembiayaan internasional dan pembiayaan sektor perbankan. Untuk mengikuti momentum kepemimpinan G20 Indonesia, ISFO juga memperbarui pembahasan masalah keuangan berkelanjutan di tingkat G20.

Sumber: kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only