Tenang! Kondisi Ekonomi Indonesia Masih Resilien dan Kuat hingga Kuartal III

Saat ini ekonomi global dinilai sedang tidak baik-baik saja. Hal itu terlihat dari proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia yang mengalami koreksi ke bawah. Untuk 2022, proyeksi dari World Economic Outlook IMF hanya 3,2 persen dan tahun depan pertumbuhan ekonomi dunia juga diperkirakan semakin melemah di angka 2,7 persen.

  Dengan inflasi yang cenderung tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang menurun, ini memberikan sinyal bahwa situasi ekonomi dunia cukup tertekan. Namun demikian, kondisi Indonesia masih relatif resilien dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2022 tetap di 5,3 persen dan proyeksi di 2023 berada pada angka 5,0 persen.

  Kinerja APBN hingga kuartal ketiga ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih kuat didukung neraca perdagangan, konsumsi rumah tangga, dan investasi sebagai penopang utama. Penerimaan negara masih tinggi dan memerlihatkan pemulihan ekonomi terjaga, kontribusi harga komoditas relatif tinggi, serta dampak positif dari berbagai kebijakan pemerintah.

Meski demikian, masih tetap diperlukan penguatan koordinasi dalam mewaspadai perkembangan risiko global termasuk menyiapkan respons kebijakan. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memaparkan penerimaan pajak hingga September 2022 mencapai Rp1.310,5 triliun (88,3 persen dari target).

Mayoritas jenis pajak juga menunjukkan kinerja yang baik, di mana beberapa di antaranya sudah hampir mendekati target 100 persen dari pagu. Di Perpres 98 Tahun 2022, pemerintah sudah menaikkan target, tapi mungkin akan tetap lebih tinggi lagi.

  “Optimisme penerimaan pajak yang sangat tinggi ini menggambarkan harga komoditas masih bagus, pertumbuhan ekonomi Indonesia momentumnya menggeliat yang menimbulkan penerimaan pajak, dan juga implementasi dari undang undang HPP kita yang cukup baik,” tutur Menteri Keuangan, dilansir dari keterangan tertulisnya, Kamis, 3 November 2022.

  Senada, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, kemungkinan besar realisasi penerimaan negara akan jauh melampaui target, bahkan bisa mencapai 110 persen.

  Hal ini ditopang dari penerimaan pajak baik dari domestik maupun perdagangan internasional di mana keduanya mengalami peningkatan yang cukup tajam. Selain itu, Faisal menyatakan bahwa manufaktur juga turut berkontribusi dalam peningkatan penerimaan negara.

  “Dari data perdagangan ekspor impor kita, value-nya memang naik ya karena harga-harga tahun ini untuk komoditas andalan ekspor kita naiknya luar biasa. Bahkan batu bara itu sampai sekarang masih sangat tinggi. Walaupun sebetulnya tidak melulu dari harga komoditas saja,” ucapnya.

  “Beberapa manufaktur itu juga meningkat ekspornya, terutama manufaktur yang di-drive oleh investasi di industri hilir tambang. Salah satu manufaktur yang masih terus tinggi, terutama diekspor logam dasar. Jadi ada dua ya harga komoditas yang paling utama, tapi yang manufaktur khususnya yang logam dasar itu memang masih tinggi sekali,” tambahnya.

  Meski demikian, Menkeu menambahkan, di September 2022 ini pertumbuhan penerimaan pajak hanya 28 persen. Angka ini terbilang cukup tinggi, namun jika dibandingkan dengan empat bulan terakhir levelnya tergolong rendah. Menurut Menkeu, tren yang menurun ini juga patut untuk diwaspadai.

  “Potensi risiko juga perlu diantisipasi dan dimitigasi untuk menjaga peran APBN 2022 yang waspada, antisipatif, dan responsif dalam menghadapi ancaman dan risiko global yang tidak pasti,” pungkasnya.

Sumber: medcom.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only