Kebijakan Jokowi Segera ‘Suntik Mati’ PLTU, Tepatkah?

Presiden Joko Widodo lewat Peraturan Presiden (Perpres) No. 112 tahun 2022 secara tegas mengultimatum percepatan transisi menuju energi yang lebih ramah lingkungan. Salah satu poin utamanya adalah moratorium pembangunan PLTU baru dan upaya memensiunkan dini sejumlah PLTU eksisting.

Akan tetapi, secara rinci peraturan tersebut masih memberikan ruang bagi pengembangan PLTU yang telah ditetapkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) sebelum berlakunya Perpres 112 tersebut.

Pembatasan elektrifikasi dari sumber daya fosil ini merupakan bagian dari ambisi pemerintah agar mampu mencapai target emosi nol karbon pada tahun 2060. Hingga saat ini pemerintah RI berkomitmen untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29% di tahun 2030, atau bisa mencapai 41% dengan kerja sama dibantu oleh pihak internasional. 

Agresivitas pemerintah terlihat dari pernyataan Menteri ESDM, Arifin Tasrif yang beberapa waktu lalu juga menyebutkan tahun ini pemerintah akan memensiunkan dua sampai tiga PLTU.

Menteri Arifin menambahkan, pensiun PLTU akan dilakukan secara bertahap karena masih akan ada pertumbuhan energi fosil hingga akhir dekade ini. Selain itu, untuk pajak karbon hingga 2025 juga akan dilakukan secara bertahap untuk diterapkan ke berbagai sektor.

Sementara itu, LSM energi hijau Institute for Essential Services Reform (IESR) dalam studinya bersama University of Maryland mengungkapkan ada 12 PLTU yang berpotensi dipensiunkan dini hingga tahun depan. PLTU yang dimaksud merupakan yang masuk dalam kategori low hanging fruits (LHF) karena memiliki kinerja buruk dari berbagai sisi, mulai dari teknis, ekonomi hingga lingkungan.

Selanjutnya dalam gelaran COP27 Mesir, Menko Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menyebut pemerintah akan mengumumkan langkah purnabakti dini PLTU batu bara pada perhelatan KTT G20 pekan ini.

Untuk mengisi ruang kosong yang ditinggalkan batu bara, pemerintah menargetkan pencapaian bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) sudah 23% di tahun 2025. Bauran EBT naik menjadi 42% pada tahun 2030 dan akan didominasi oleh Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

Selanjutnya semua PLTU tahap pertama subcritical akan mengalami pensiun dini di tahun 2031, dengan bauran EBT mencapai 57% yang didominasi PLTS, hidro dan panas bumi.

Di tahun 2040, bauran EBT ditargetnya sudah mencapai 71%, lalu 87% di tahun 2050 dan akhirnya mampu mencapai 100% di tahun 2060 dengan emisi dari pembangkit listrik tidak ada sama sekali.

cnbcindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only