Strategi Otoritas Kejar Target Pajak Tahun Depan

Dalam APBN 2023, target penerimaan pajak ditetapkan sebesar Rp 1.718 triliun

Tantangan pemerintah dalam mengejar target penerimaan pajak pada tahun depan makin berat. Apalagi, harga komoditas yang membuat penerimaan pajak saat ini moncer, akan mengalami normalisasi di tahun depan.

Namun demikian, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) telah menyiapkan empat strategi untuk mengejar target penerimaan pajak yang dipatok sebesar Rp 1.718 triliun di 2023. Target itu tumbuh 15,69% dari target yang dipatok dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2022 yang sebesar Rp 1.485 triliun.

Strategi yang dimaksud, pertama, perluasan basis pa- jak. Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Neilmaldrin Noor mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti wajib pajak yang telah mengikuti Program Pengung- kapan Sukarela (PPS) alias Tax Amnesty Jilid II.

Juga, melalui implementasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Dari data Ditjen Pajak, hingga 15 November 2022 tercatat sudah ada 52,9 juta NIK yang sudah dilakukan validasi menjadi NPWP.

Kedua, melakukan penguatan ekstensifikasi pajak serta pengawasan berbasis kewilayahan. Neilmaldrin bilang, strategi ini dilakukan melalui implementasi penyusunan daftar prioritas pengawasan, tentunya bagi wajib pajak high wealth individual beserta wajib pajak grup dan ekonomi digital.

“Jadi kami mendapatkan masukan dari wajib pajak yang selama ini sudah membayar” ungkap Neilmaldrin, Selasa (29/11).

Ketiga, melakukan percepatan reformasi bidang sumber daya manusia (SDM), organisasi, proses bisnis dan regulasi. Optimalisasi ini dilakukan dengan cara persiapan implementasi core tax system, perluasan kanal pembayaran pajak, penegakan hukum yang berkeadilan, serta pemanfaatan kegiatan digital forensik.

Keempat, pemberian insentif fiskal yang terukur dan terarah. Hal ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan pada sektor-sektor tertentu yang perlu diberikan insentif dan memberikan kemudahan berinvestasi.

“Pada ujungnya, insentif fiskal ini pada prinsipnya bagai mana kita bisa mendorong pertumbuhan ekonomi bergerak lebih baik lagi,” kata dia.

Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian Ditjen Pajak Aim Nursalim Saleh mengakui, upaya ekstensifikasi pajak sebagai salah satu optimalisasi penerimaan pajak tahun depan.

Menurut Aim, hingga kuartal III-2022 tambahan wajib pajak baru sudah mencapai 3,85 juta. Angka ini meningkat jika dibandingkan dengan jumlah wajib pajak baru pada tahun 2021 yang hanya 3,47 juta.

Hanya saja, jumlah WP yang melakukan pembayaran dan jumlah pembayarannya justru mengalami penurunan. Hingga kuartal III-2022, jumlah wajib pajak baru yang membayar pajak mencapai 385.624. Sementara jumlah pembayaran hanya tercatat Rp 3,21 triliun.

Aim bilang, penurunan pembayaran pajak oleh wajib pajak baru lantaran sistem perpajakan Indonesia yang menganut sistem self assesment, belum memenuhi persyaratan membayar pajak dan wajib pajak baru berupa usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang omzetnya masih di bawah Rp 500 juta.

“Penambahan wajib pajak baru kita teliti lagi. Bisa jadi syarat untuk bekerja, tapi ke mudian setelah bekerja belum beres sudah PHK,” katanya.

Fokus tiga KPP

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research In- stitute (TRI) Prianto Budi Saptono menilai, pemerintah bisa fokus mengejar penerimaan dari wajib pajak yang berada di tiga kelompok kantor pelayanan pajak (KPP), yakni KPP wajib pajak besar, khusus, dan madya. Ketiga KPP ini menyumbang penerimaan antara 80% hingga 85%.

Tak hanya intensifikasi, ekstensifikasi pengawasan kepatuhan juga diperlukan. Otoritas pajak juga bisa lebih fokus pada penambahan wajib pajak strategis di KPP madya melalui optimalisasi data matching.

Sumber : Tabloid Kontan, Halaman 2. Rabu, 30 November 2022

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only