Penerimaan Pajak Melambat, Pengamat: Perlu Jurus Baru Kumpulkan Setoran Pajak

Tren penerimaan pajak pada tahun ini mulai melambat sejak awal tahun.

Pada Januari 2023, penerimaan pajak berhasil tumbuh 48,60%. Kemudian pada bulan-bulan selanjutnya justru mulai menunjukkan perlambatan, seperti pada Februari (40,35%), Maret (33,78%), April (21,29%), dan Mei (17,69%).

Bahkan hingga Juni 2023 ini, realisasi penerimaan pajak hanya berhasil tumbuh 9,9% secara tahunan jika dibandingkan pada periode yang sama pada tahun lalu yang tercatat 58,2%. 

Meski outlook penerimaan pajak tahun ini diperkirakan menembus 105,8% dari APBN 2023, namun pertumbuhannya hanya berada di angka 5,9% YoY.

Memang, pemerintah mulai menerapkan beberapa kebijakan di bidang pajak pada tahun ini, seperti bantuan penagihan pajak oleh negara mitra serta pemberlakuan. 

Namun hal tersebut dinilai belum efektif, sehingga aparatur pajak perlu menyiapkan jurus baru untuk mencapai penerimaan pajak yang lebih optimal.

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan, untuk asistensi penagihan pajak global pastinya membutuhkan waktu serta yuridiksi yang masih terbatas. Sementara untuk pajak atas natura, dampaknya ke penerimaan pajak juga tidak terlalu besar.

“Memang dari segi kebijakan dampaknya ke penerimaan tidak terlalu signifikan,” ujar Fajry kepada Kontan.co.id, Selasa (11/7).

Menurutnya ada beberapa terobosan kebijakan yang bisa menjadi opsi pemerintah, salah satunya adalah penurunan ambang batas pengusaha kena pajak (PKP) dalam sistem pajak pertambahan nilai (PPN).

“Kemarin sempat ramai di media sosial mengenai cara perusahaan nakal memanfaatkan ambang batas PKP PPN kita yang terlalu tinggi. Ini usulan lama sebenarnya cuma kita tahu pertimbangan apa yang menyebabkan pemerintah enggan untuk mengeluarkan kebijakan ini,” katanya.

Selain itu, extra effort dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) juga bisa menjadi opsi terakhir dalam penggalian potensi penerimaan pajak. Mulai dari optimalisasi pengawasan, data dari pihak ketiga, data terakhir Automatic Exchange of Information (AEoI) dan sebagainya.

Di sisi lain, Fajry melihat, memang tahun 2023 akan menjadi tantangan bagi pemerintah dalam mengumpulkan penerimaan pajak. Hal ini dikarenakan basis penerimaan pajak tahun 2022 yang tinggi dan adanya moderasi harga komoditas pada tahun ini.

“Dan lagi, kita bisa melihat ada tantangan dari global, kita lihat ada ekonomi China yang mengalami perlambatan. China sendiri merupakan partner dagang Indonesia paling besar,” terang Fajry.

Sumber: kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only