Insentif Perpajakan Terus Meningkat, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Insentif perpajakan menjadi instrumen penting dalam memberikan stimulus serta mendukung pertumbuhan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.

Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024, pemerintah mematok nilai belanja perpajakan sebesar Rp 374,5 triliun.  Angka ini tumbuh 6,1% dari proyeksi tahun ini yang sebesar Rp 352,8 triliun.

Apabila dilihat secara rinci, tren belanja perpajakan dalam lima tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Sebut saja pada tahun 2022, nilai belanja perpajakan Indonesia mencapai Rp 323,5 triliun atau sebesar 1,65% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Nilai tersebut secara nominal meningkat sebesar 4,4% dibandingkan nilai belanja perpajakan tahun 2021 yang sebesar Rp 310 triliun atau 1,83% PDB yang disebabkan oleh mulai pulihnya perekonomian nasional. Kemudian, pada tahun 2020 belanja perpajakan tercatat sebesar Rp 246,5 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan, pemerintah masih akan tetap menggunakan insentif perpajakan untuk mendukung kesejahteraan rumah tangga dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

“Belanja perpajakan 2023 di sekitar Rp 352 triliun dan akan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan ekonomi di 2024,” ujar Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna, Kamis (21/9).

Sri Mulyani bilang, belanja perpajakan untuk rumah tangga akan lebih dari Rp 160 triliun pada tahun 2024. Ini terutama dalam bentuk pajak pertambahan nilai (PPN) dibebaskan untuk bahan makanan, kesehatan, dan pendidikan.

Adapun bentuk insentif pajak yang dirasakan langsung oleh masyarakat adalah PPN yang dibebaskan untuk kebutuhan pokok serta insentif perpajakan untuk UMKM dalam bentuk Pajak Penghasilan (PPh) final dan PPN yang tidak dipungut.

Tidak hanya itu, pemerintah juga akan tetap memberikan insentif tax holiday dan tax alllowance. Ini akan terus diperkuat dan dipastikan tepat sasaran dalam menciptakan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi.

Di sisi lain, belanja perpajakan juga akan dilakukan melalui penetapan pendapatan tidak kena pajak (PTKP) yang mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat. Saat ini, batasan PTKP Indonesia termasuk tinggi dibandingkan dengan beberapa negara di ASEAN.

“Pajak adalah untuk mencapai asas keadilan. Yang lemah tidak dipajaki bahkan diberikan bantuan oleh APBN. Sementara yang kuat yang membayar lebih besar. Itu lah aspek keadilan,” pungkas Menkeu. 

Sumber: nasional.kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only