Koordinasi dengan Kemenkeu, Pemprov DKI akan Pungut Pajak Ojol dan Toko Online

Pemerintah DKI Jakarta meminta pemerintah pusat agar membuat regulasi pengenaan pajak dari layanan ojek online (ojol) dan toko online. Pemerintah daerah yakin, pendapatan dari aplikasi online tersebut membawa dampak positif bagi pendapatan.

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi DKI Jakarta Lusiana Herawati mengungkapkan, pemerintah daerah telah mengundang operator jasa dan juga menghubungi Dirjen Pajak Kementeran Keuangan RI. Tujuannya untuk berkoordinasi lebih lanjut terkait usulan pungutan pajak di sektor perdagangan online.

“Namun belum ada realisasi kelanjutannya, untuk saat ini Pemprov DKI Jakarta masih menunggu regulasi sebelum dapat melangkah lebih lanjut,” kata Lusiana berdasarkan keterangannya pada Sabtu (21/10/2023).

Lusiana mengingatkan, pihaknya mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam menerapkan suatu objek pajak. Kajian dilakukan agar penarikan pajak dapat dilakukan dengan tepat sasaran.

“Untuk penetapan suatu pajak, kami menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menentukan mana yang masuk objek pajak pusat dan objek pajak daerah. Pemprov DKI senantiasa akan berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan RI,” ungkap dia.

Menurutnya, digitalisasi telah membawa perubahan yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam konteks perpajakan. Adanya peradaban baru yang didorong oleh teknologi digital membawa potensi baru untuk pengumpulan pajak pusat dan pajak daerah.

Sumber Potensial

Lusiana berkata, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan yaitu digitalisasi juga memberikan alternatif instrumen ekstensifikasi pajak pada transaksi e-commerce.

“Dalam banyak negara, ini merupakan sumber potensial pajak yang cukup signifikan,” ujar Lusiana.

Kemudian isu adanya pengenaan pajak ganda, bahwa digitalisasi juga membawa tantangan baru terutama dalam hal Pemisahan pengenaan pajak pusat dan daerah. Oleh karena itu, perlu ada kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah untuk menghindari pengenaan pajak ganda.

Berikutnya, filosofi pajak di tengah masyarakat adalah sebagai alat penyeimbang dari efek atau dampak negatif usaha/kegiatan/aktivitas masyarakat yang beroperasi di Jakarta. Pajak memiliki nilai dan fungsi menutupi dampak negatif yang timbul dan membuat atau merubah menjadi normal kembali (positive effect).

“Perubahan (digitalisasi) ini menciptakan peluang dan tantangan bagi pemerintah pusat dan daerah dalam peningkatan potensi penerimaan pajak,” imbuhnya.

Dia menjelaskan, penting bagi pemerintah untuk mengembangkan kebijakan yang sejalan dengan perkembangan teknologi digital dan memastikan bahwa pajak dikenakan dengan adil. Selain itu demi memberikan edukasi tanggung jawab kepada masyarakat atau wajib pajak akan fungsi pajak terhadap pembangunan kota DKI Jakarta.

“Dalam hal pajak pusat dan pajak daerah, digitalisasi dapat menjadi media bagi pemerintah pusat dan daerah untuk bekerjasama dalam mengumpulkan pajak dengan lebih efisien, serta untuk pembagian hasil pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” pungkasnya.

Sumber: tribunnews.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only