Indonesia Terima Rp303 Miliar Pembayaran Pertama Pengurangan Emisi

Pemerintah Indonesia telah menerima pembayaran pertama dari program Forest Carbon Partnership Facility (FCPF)-Carbon Fund. Dana yang diterima sebesar USD20,9 juta atau setara Rp303 miliar melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH). 

Total pembayaran yang akan diterima Indonesia sebesar USD110 Juta atau sekitar RP1,7 triliun. Pembayaran itu akan diberikan setelah finalisasi verifikasi oleh pihak ketiga (auditor independen). 

Penandatanganan Kerja Sama (PKS) dari Program FCPF-Carbon Fund dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dilakukan bersamaan pada penghargaan Adipura di Gedung Manggala Wanabakti, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta, kemarin.

Direktur Utama Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) Djoko Hendratto menjelaskan penyaluran dana kompensasi tersebut sebesar Rp110 miliar melalui skema APBD dan Rp150 miliar akan disalurkan kepada 441 desa di Kaltim melalui lembaga yang ditunjuk Pemprov Kaltim.

Gubernur Kaltim H Isran Noor mengatakan masyarakat di Kaltim adalah jantung dan pengelolaan lahan dan hutan yang berkelanjutan. Untuk itu pemerintah akan memastikan semua pihak mendapatkan manfaat, terutama masyarakat adat. 

“Termasuk mata pencaharian yang lebih baik, hutan yang lebih sehat, dan masyarakat yang lebih tahan terhadap dampak perubahan iklim,” kata Isran.

Melalui kerja sama ini, Pemprov Kalimantam Timur menerima pembayaran berbasis kinerja atau Result Based Payment (RBP) Reduksi Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan dan Lahan Gambut plus (REDD+) dengan penerima manfaat sampai ke tingkat tapak.

Penandatanganan PKS dilakukan antara Direktur Utama Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), Djoko Hendratto, dengan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) kab/kota lingkup provinsi Kalimantan Timur. PKS ini dilakukan untuk pembayaran advance payment RBP REDD+ FCPF Carbon Fund. 

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya, Gubernur Kalimantan Timur, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI), dan Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, Satu Kahkonen, turut menyaksikan penandatangan PKS ini.

Pelaksana kegiatan program FCPF meliputi Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, Kota Balikpapan, Kabupaten Mahakam Ulu, Kabupaten Berau, Kabupaten Paser, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Kutai Timur, dan Kabupaten Kutai Kartanegara. Ruang lingkup kegiatan yang akan dilaksanakan meliputi pengurangan emisi GRK dari deforestasi dan degradasi hutan, serta peningkatan kapasitas institusi dan sumberdaya manusia.

Bisa diikuti pemda Lain 

Siti Nurbaya menjelaskan target penurunan emisi GRK Indonesia dengan kemampuan sendiri pada Updated NDC (UNDC) sebesar 29 persen meningkat ke 31,89 persen pada ENDC. Sedangkan target dengan dukungan internasional pada UNDC sebesar 41 persen meningkat ke 43,20 persen pada ENDC.

Lebih lanjut Menteri Siti Nurbaya menyatakan peningkatan target tersebut didasarkan kepada kebijakan-kebijakan nasional terakhir terkait perubahan iklim, seperti kebijakan sektoral terkait, antara lain FOLU Net-sink 2030, percepatan penggunaan kendaraan listrik, kebijakan B40, peningkatan aksi di sektor limbah seperti pemanfaatan sludge IPAL, serta peningkatan target pada sektor pertanian dan industri.

“Sebagai bagian dari upaya mencapai target tersebut, KLHK juga mengembangkan zero waste zero emission. Kita pada 2030 ditarget mengurangi emisi hingga 800 juta ton. Kalau 2060 kira-kira 1,8 giga ton,” kata Menteri Siti.

Dikatakan Menteri Siti, dengan insentif dalam kaitan iklim ini, Indonesia punya peluang yang besar untuk berperan dalam proses pengendalian perubahan iklim. Sebab, perubahan iklim masalah global. 

“Karena itu, di sini peran kepala daerah besar sekali,” kata dia.

Siti yakin pemda lain bisa berhasil seperti Kaltim. Apalagi bupati atau wali kota masih muda-muda, rata-rata usianya 30-40 tahun. 

“Jadi, kita bisa bersama-sama mengembangkan ini. Yang penting pekerjaannya kita jalankan,” kata dia.

Harus transparan dan akuntabel

BPDLH sebagai channeling dana FCPF-Carbon Fund diharapkan dapat memastikan dana yang dikelola sesuai dengan mandat dan peruntukan secara transparan dan akuntabel. Mengacu pada Dokumen Benefit Sharing Plan yang telah disusun oleh Pemerintah Indonesia dan disampaikan ke World Bank pada Oktober 2021. 

Adapun dana tersebut ditujukan untuk: 

  • Responsibility cost (25%) meliputi operasionalisasi pelaksanaan program FCPF Kalimantan Timur dan insentif untuk pihak-pihak yang berkontribusi pada pengurangan emisi lingkup provinsi Kalimantan Timur; 
  • performance cost (65%)-sebagai pembiayaan atas kinerja pengurangan emisi; 
  • rewards (10%)  yang akan diberikan ke desa-desa dan masyarakat hukum adat yang mempunyai komitmen untuk tetap menjaga tutupan hutan di Kalimantan Timur.

Dari dana advance payment tersebut, yang akan disalurkan ke Provinsi Kalimantan Timur adalah sebesar 260 miliar rupiah. Mekanisme penyalurannya melalui APBD sebesar RP110 miliar dan melalui lembaga perantara (yang ditunjuk Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur) sebesar Rp150 miliar.

Anggaran yang disalurkan melalui APBD ditujukan untuk mendukung implementasi FCPF-Carbon Fund melalui penguatan kebijakan dan kapasitas institusi dan SDM serta operasionlisasinya untuk pemerintah provinsi dan 8 pemerintah kabupaten/kota. 

Untuk yang disalurkan melalui Lembaga Perantara, akan disalurkan ke masyarakat pada 441 desa di 7 kabupaten dan 1 kota di Provinsi Kalimantan Timur. Sebagian dana yang diterima pemerintah Indonesia di tingkat pusat (KLHK) akan digunakan untuk penguatan kebijakan REDD+ di tingkat nasional.

Alokasi manfaat untuk Pemerintah Kabupaten/Kota meliputi Kota Balikpapan, Kabupaten Berau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Mahakam Ulu, Kabupaten Paser dan Kabupaten Penajam Paser Utara.

Penandatanganan kerja sama ini merupakan momen pertama bagi Provinsi Kalimantan Timur untuk menerima pembayaran berbasis kinerja (RBP) dengan penerima manfaat sampai ke tingkat tapak yaitu 441 desa di 7 Kabupaten dan 1 Kota. 

Capaian Provinsi Kaltim dalam penerimaan RBP ini diharapkan dapat menjadi stimulan dan dapat digunakan sebagai pembelajaran serta diaplikasikan bagi provinsi yang mempunyai komitmen dalam pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD+).

Sumber : Medcom.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only