Serba-Serbi Batas Akhir Periode Lapor SPT, Muncul Scam hingga Keluhan Warganet soal Bayar Pajak

Jakarta. Batas akhir lapor Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan bagi Wajib Pajak (WP) semakin dekat. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam laman resminya di pajak.go.id, mengingatkan pada WP untuk melaporkan SPT Tahunan 2022 maksimal pada 31 Maret 2023. Sementara itu, WP badan usaha sebelum 30 April 2023.

Di akhir batas lapor SPT ini juga muncul banyak fenomena, mulai dari ancaman scam via aplikasi hingga warganet yang mengeluh soal bayar pajak di tengah banyaknya kasus yang menjerat pejabat pajak.

Laporan Analisis Indef: Meski Mengeluh, Warga Tetap Taat Pajak

Peneliti atau Data Analyst Continuum dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Maisie Sagita mengungkap hasil analisis big data unggahan atau tweet warganet mengenai Taat Bayar Pajak di Era Fenomena Pejabat Pamer Harta.

“Dari data tersebut kami mencoba menganalisa bagaimana respons masyarakat terhadap kondisi perpajakan Indonesia. Yang kami dapatkan, hampir semua masyarakat di internet mengutarakan keluhan terkait pajak dan perilaku pegawai pajak,” kata dia

Karena keluhan, menurut Maisie, maka konteks sentimennya berarti menunjukkan persepsi yang negatif. Keluhan terbesar yang diutarakan itu adalah sebesar 62,7 persen masyarakat merasa lelah, karena sudah susah kerja, tapi kalau beli barang kena pajak. “Lalu, sebesar 21,6 persen yang merasa resah dengan kelakuan pegawai dan pejabat pemerintahan yang pamer harta,” kata dia.

Maisie mengatakan bahwa pamer harta yang dilakukan oleh pejabat dan keluarga menjadi isu paling disorot publik. Namun, dia menjelaskan bahwa dampak dari beberapa isu soal Kementerian Keuangan tidak membuat masyarakat malas bayar pajak. Isu tersebut di antaranya pejabat pajak pamer harta, dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU), hingga kasus penerima hadiah tapi harus bayar pajak. 

“Ternyata jawabannya tidak (malas bayar pajak), karena kami menemukan bahwa meskipun rakyat ini banyak mengeluh bukan berarti orang itu malas bayar pajak,” ujar dia dalam diskusi virtual pada Selasa, 28 Maret 2023.

Maisie mengatakan bahwa dari 680.000 perbincangan hanya 13.000 yang menyuarakan ajakan untuk tidak bayar pajak. Hal tersebut, dia menuturkan, sesuai dengan pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bahwa per Februari 2023 kemarin pelaporan SPT Tahunan pajak itu naik hingga 40 persen.

Namun di sisi lain agar narasi atau ajakan untuk tidak membayar pajak ini tidak semakin meluas, Maisie meminta agar  pemerintah perlu mengevaluasi diri. Selain itu, Indef juga mencoba mengetahui sebenarnya apa alasan timbulnya dari narasi tersebut.

Ternyata, Maisie menilai, narasi tidak membayar pajak itu timbul karena rakyat yang melihat gaya hidup pejabat pajak yang mewah-mewah. 

“Korupsi dan gaya hidup yang mewah ini menimbulkan rasa kepercayaan publik terhadap Direktorat Jenderal Pajak (DJP) itu menurun. Sehingga mengakibatkan juga masyarakat untuk malas bayar pajak,” tutur dia.

Scam via Aplikasi yang Bikin Bingung Korban

Selain soal keluhan warganet soal bayar pajak, muncul juga aktivitas scam yang memanfaatkan momentum akhir lapor SPT. Pakar keamanan siber dan forensik digital dari Vaksincom, Alfons Tanujaya, menjelaskan muncul aktivitas scam atau skema penipuan untuk mendapatkan uang, barang, atau data di batas akhir pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pada Maret 2023. Kelompok penipu atau hacker itu memanfaatkan momen tersebut untuk mencari korban. 

“Kali ini tidak tanggung-tanggung, aksi penipuan dilakukan dengan lebih terorganisir dan komplit,” ujar Alfons lewat keterangan tertulis pada Selasa, 28 Maret 2023.

Penipu, kata dia, mempersiapkan domain khusus https://pajak.contact guna menyaru sebagai situs pajak pemerintah dan memanfaatkan domain tersebut untuk membuat alamat email efiling@pajak.contact guna mengelabui korbannya. Korban nantinya mengira itu dari alamat resmi pajak yang sebenarnya efiling@pajak.go.id dan melakukan broadcast ke wajib pajak dengan mengirimkan tautan berisi file APK (Android Package Kit).

Di mana ketika file APK itu di-instal akan menampilkan aplikasi Android yang sangat mirip dengan tampilan situs kantor pajak. Tidak cukup mengirimkan APK pencuri SMS, jika korbannya termakan oleh situs phishing itu, maka ia akan dikelabui untuk memasukkan data nomor kartu ATM dan Kartu Kredit korbannya. 

“Cerdiknya lagi, aplikasi pencuri APK yang memalsukan sebagai aplikasi pajak ini menamai dirinya ‘handphone kamu’,” tutur Alfons. 

Sehingga ketika muncul peringatan dari Android kepada pemilik ponsel atas hak akses berbahaya yang diminta pemiliknya kemungkinan besar tertipu. Karena yang meminta izin akses adalah ‘handphone kamu’, padahal itu sebenarnya nama aplikasi berbahaya tersebut.

“Salah satu kepiawaian pembuat aplikasi pencuri SMS ini adalah terlihat sangat mengerti bagaimana cara kerja sistem Android yang dieksploitasinya, karena memilih nama aplikasi yang tidak umum dengan nama aplikasi ‘handphone kamu’ dan icon yang kosong,” ujar dia.

Hal tersebut, kata Alfons, akan membuat pemilik ponsel bingung, apalagi ketika muncul peringatan bahwa aplikasi tersebut meminta hak akses berbahaya seperti membaca dan mengirimkan SMS. Logikanya mana mungkin pemilik ponsel tidak membolehkan handphonenya sendiri membaca dan mengirimkan SMS.

“Dan kemungkinan permintaan akses tersebut akan diizinkan oleh pemilik ponsel,” ucap dia.

Sumber : tempo.co

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only