DJP Diminta Lakukan Digitalisasi Cegah Permainan Petugas-Wajib Pajak

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dinilai perlu menerapkan digitalisasi pemungutan pajak buat menekan potensi penyimpangan kongkalikong antara petugas pajak nakal dan wajib pajak dalam metode tatap muka atau manual.

“Hanya sistem yang bisa menghentikan ini semua, sistemnya apa? Ya digitalisasi. Masa orang hebat-hebat di Departemen Keuangan, di Dirjen Pajak enggak bisa membuat sistem begini. Ini masalah mau atau tidak saja,” kata Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Golkar Melchias Markus Mekeng, dalam Raker Komisi XI DPR bersama Kementerian Keuangan di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/3/2023), dikutip dari tayangan YouTube TV Parlemen.

Menurut Mekeng, digitalisasi sistem pemungutan pajak bisa menghindari potensi permainan atau penyimpangan seperti pemerasan yang dilakukan petugas pajak (fiskus) dan wajib pajak.

“Kalau kita nggak bisa buat sendiri kita minta dari luar negeri suruh buatin sistemnya. Yang penting WP (wajib pajak) itu sudah tidak lagi ketemu dengan si fiskus,” ucap Mekeng.

Mekeng menilai potensi penyimpangan dalam sistem pemungutan pajak akan tetap terjadi jika metode manual dipertahankan.

Dia juga menilai kasus kepemilikan harta tak wajar seperti mantan Kepala Bagian Umum Dirjen Pajak (DJP) Kanwil Jakarta Selatan II, Rafael Alun Trisambodo (RAT) atau kasus korupsi di lingkungan Dirjen Pajak akan terus terjadi, jika tidak menerapkan terobosan buat mencegah penyimpangan itu.

“Apalagi kalau wajib pajaknya dia tahu punya kesalahan, ketemu fiskus yang mentalnya babak belur. Terjadi transaksi, itu tidak bisa dihindari,” ujar Mekeng.

Kepemilikan harta tak wajar Rafael menjadi sorotan setelah sang anak, Mario Dandy Satrio (20), menganiaya D (17).

Jika dilihat dari profil posisi terakhirnya sebagai seorang pejabat eselon III, maka sumber kekayaan Rafael yang mencapai Rp 56 miliar dinilai janggal.

Mekeng menilai kemungkinan para pejabat pajak nakal seperti Rafael yang mempunyai kekayaan tidak wajar diduga akan kembali terungkap. Sebab menurut dia para pejabat pajak dengan tingkat eselon di bawah Rafael masih berkeliaran dan kerap mengancam wajib pajak.”Setelah kasus RAT ini bukan berarti sudah tidak ada, mungkin levelnya level yang di bawahnya RAT. Dia ini kan eselon III, di bawah eselon ini punya masih banyak yang berkeliaran yang kerjaannya mengancam-ancam pengusaha dan ujungnya memeras,” ujar Mekeng.

Menurut Mekeng, terungkapnya kekayaan tidak wajar milik Rafael adalah balasan karena dinilai terlampau banyak menerima uang haram.

Akan tetapi, Mekeng memaklumi jika terdapat pejabat yang menerima uang haram dalam jumlah kecil.

“Kebanyakan dia makan uang haram itu. Kalau makan uang haram kecil-kecil enggak apa-apa lah. Ini makan uang haram sampai begitu berlebih, maka Tuhan marah,” ujar Mekeng.

“Itu standar dalam nilai hidup itu. Enggak ada di dunia ini juga yang jadi malaikat. Tapi juga jangan jadi setan benar,” lanjut Mekeng.

Mekeng juga mengaku tidak mempercayai Rafael memiliki rumah mewah di Perumahan Simpruk Golf 13, Kecamatan Grogol, Jakarta Selatan.

“Gila ini yang namanya RAT punya rumah di Simpruk, saya dengar ada (harganya) Rp 65 miliar. Saya mikir kapan gua bisa rumah ini, nggak pernah bisa berpikir, bu,” kata Mekeng kepada Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani.

“(Rafael Alun) punya rumah di Yogya, begitu hebat. Gila,” sambung Mekeng disambut tawa peserta Raker yang hadir.

Sumber: kompas.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only