Kepatuhan Pajak

Siklus pelaporan pajak penghasilan (PPh) untuk tahun 2022 telah usai. Anda juga sudah menyetorkan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) kan? Sejatinya, kita para wajib pajak, memang tak mempunyai banyak pilihan soal pengisian SPT ini. Kalau kita membandel dan tidak menyetorkan SPT pajak penghasilan, misalnya karena keceua dengan integritas aparat pajak akhirakhir ini, itu sama saja mencari masalah.

Kalau hanya memperoleh “surat cinta” ataua surat teguran dari kantor pajak, itu tergolong ringan. Sangat mungkin, absen menyetor SPT bisa bikin Anda tersandung masalah di kemudian hari saat mengurus berkas resmi yang terkait kantor pajak atau pemerintahan. Misalnya, saat Anda mengurus sertifikat hibah tanah dan rumah warisan. Jika ada setoran SPT yang “bolong” di tahun-tahun silam, mungkin, Anda harus membereskan SPT tersebut supaya sertifikat bisa keluar.

Itu soal pajak penghasilan. Jika bicara soal jenis pajak lainnya, rakyat lebih tak bisa berkutik lagi. Hanya bisa pasrah. Misalnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau pajak-pajak lain yang dipungut secara final. Secara historis, tidak ada pula data yang konsisten menunjukkan bahwa kemunculan kasus-kasus besar yang terkait integritas aparat pajak mempengaruhi tingkat kepatuhan pelaporan pajak masyarakat Anda masih ingat kasus Gayus

Tambunan yang terjadi antara tahun 2010 sampai 2011? Setelah kemunculan kasus penyelewengan aparat pajak itu, tingkat kepatuhan penyetoran SPT memang turun menjadi 52,7% pada 2011: dari 58.16% di 2012. Namun, ketika muncul kasus penyelewengan pajak yang melibatkan Dhana Widyatmika & Mutiara Virgo pada tahun 2012-2013, tingkat kepatuhan pembuatan SPT justru meningkat. Rasio kepatuhan setoran SPT pajak penghasilan tahun 2012 ada di angka 52,74% dan naik menjadi 56,21% di 2019.

Selain rapor administratif uang berupa pelaporan SPT PPh, rapor yang lebih substantif, yakni pencapaian target pajak iuga tak banyak terpengaruh. Pada tahun 2011, saat heboh-hebohnya kasus Gayus, pencapain target pajak justru mencapai 97%, membaik dari 95% di tahun sebelumnya.

Banyak orang yang bilang, pengungkapan kasus pelanggaran pajak dan drama sidang di berbagai televisi yang mengikutinya justru membuat para pelanggar paiak ciut. Mereka lantas bergegas membereskan laporan pajak atau kewajiban pajak mereka. Niat untuk main mata dengan aparat pajak pun pasti pupus di masa-masa gawat seperti itu. Jadi alih-alih ogah-ogahan, waiib pajak malah semakin patuh membayar kewajiban pajak mereka.

Sekarang, angka kepatuhan setoran SPT jauh lebih tinggi lagi. Tahun 2021 dan 2022, rasio kepatuhan setoran SPT di atas 80%; masing-masing 84% dan 83%. Pencapaian penerimaan pajak juga terus membaik. Tahun 2022 lalu, misalnya, pencapaian penerimaan pajak mencapai 103.90%

Melihat tingkat kepatuhan yang semakin tinggi, wajar dong, jika sekarang rakyat lebih cerewet kepada Direktorat Jenderal Pajak dan Kementerian Keuangan. Sangat logis juga jika para pembayar pajak semakin rajin menuntut agar Dirien Paiak terus menerus meningkatkan integitas para aparat pajaknya. Reformasi Pajak uang sudah berlangsung berjilid-jilid jadi percuma jika masih banyak aparat pajak yang belum amanah menjalankan tugasnya.

Kalau pun belakangan ini, Dirjen Pajak, Bea Cukai, dan Kementerian Keuangan meniadi “sasaran tembak” masyarakat, hal itu sepatunya menjadi cambuk untuk terus-menerus meningkatkan kinerja. Kementerian Keuangan, secara khusus Dirjen Pajak, mesti membuktikan bahwa skor tinggi indeks integritas di tahun 2021 lalu (mencapai 87,86) bukanlah angka di atas kertas belaka.

Sumber : Tabloid Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only