Bea Keluar Ekspor Produk CPO Tembus Rp 2,3 Triliun per Maret 2023

Kementerian Keuangan mencatat sampai bulan Maret 2023, bea keluar dari produk sawit telah mencapai Rp2,3 triliun. Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan, Askolani menyebut di tahun 2022, pada periode yang sama bea keluar dari produk sawit telah mencapai Rp8,6 triliun.

“Bea keluar produk sawit sampai 3 bulan ini mencapai Rp2,3 triliun dan dibandingkan tahun 2-22 ini bisa mencapai Rp8,6 triliun,” kata Askolani dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI di Komplek Parlemen, Jakarta Pusat, Selasa (11/4).

Pencapaian tersebut berdasarka harga CPO yang berada di kisaran USD800 – USD900 per metrik ton.

Bila harga ini tetap stabil sampai akhir tahun, maka diperkirakan bea keluar produk sawit sampai akhir tahun Rp9 triliun. Angka ini tetap lebih rendah dari pencapaian di tahun 2022 yang sepanjang tahun bisa mengumpulkan penerimaan hingga Rp32 triliun.

“Sampai akhir tahun ini bisa samai Rp9 triliun,” katanya.

Sampai April 2023, Pungutan Ekspor Produk CPO Mencapai Rp9,2 Triliun

Sementera itu, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mencatat penerimaan pungutan ekspor dari produk kelapa sawit per 10 April telah mencapai Rp9,2 triliun.

“Realisasi penerimaan pungutan ekspor sampai 10 April sudah mencapai Rp9,2 triliun,” kata Kepala BPDPKS, Eddy Abdurrachman dalam kesempatan yang sama.

Pajak Ekspor CPO

Eddy mengatakan sampai akhir tahun pemerintah diperkirakan bisa mengantongi pajak ekspor CPO sampai Rp30,6 triliun. Catatannya tidak ada perubahan kebijakan dan kondisi stabil sepanjang tahun 2023.

“Kalau tidak ada perubahan-perubahan atau kebijakan dalam kondisi stabil, kami proyeksikan ini mencapai Rp30,6 triliun,” kata Eddy.

Sebagai informasi, pemerintah tahun ini pemerintah telah mengalokasikan anggaran Rp3,4 triliun untuk pembayaran Dana Bagi Hasil (DBH) sawit.

Alokasi DBH Sawit bersumber dari pungutan ekspor dan bea keluar sawit. Besarnya DBH Sawit minimal 4 persen dan dapat disesuaikan dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara.

Penambahan DBH Sawit tahun ini dilakukan dalam rangka memberikan dukungan pembangunan infrastruktur hingga industri sawit di daerah.

“Alokasi DBH tersebut termasuk di dalamnya untuk DB Sawit yang telah kita identifikasi sebesar Rp3,4 triliun sesuai dengan kesepakatan DPR dan pemerintah,” kata Sri Mulyani dalam kesempatan yang sama.

Mahfud MD Kembali Telusuri Dugaan Impor Emas Batangan Ilegal Oknum Bea Cukai Senilai Rp 189 Triliun

Menko Polhukam Mahfud MD menjelaskan titik perbedaan penjelasan mengenai transaksi mencurigakan Rp 349,8 triliun yang menyangkut pegawai Kementerian Keuangan. Dia juga menegaskan tidak ada perbedaan data dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (Istimewa)

Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU) bakal menelusuri lebih lanjut transaksi mencurigakan Rp 189 triliun yang diduga terjadi di lingkup Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Meski, perkara ini sudah pernah ditindak lewat jalur hukum.

Ketua Komite TPPU Mahfud MD menyebut pihaknya akan menelusuri kembali berbagai hal yang perlu ditindaklanjuti. Sebelumnya, dia mengungkap perkara ini terkait ada nya pencucian uang dengan modus impor emas batangan ilegal.

Dia menjelaskan, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dengan nilai transaksi agregat Rp 189.273.872.395.172 atau Rp 189 triliun, yang disampaikan oleh Menko Polhukam di Komisi III DPR pada 29 Maret 2023 dan dijelaskan Menteri Keuangan di Komisi XI DPR tanggal 27 Maret 2023.

Pengungkapan dugaan Tindak Pidana Asal (TPA) dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sudah dilakukan langkah hukum terhadap TPA dan telah menghasilkan putusan pengadilan hingga Peninjauan Kembali (PK).

“Namun Komite memutuskan untuk tetap melakukan tindak lanjut termasuk hal-hal yang selama ini belum masuk kedalam proses hukum (case building) oleh Kementerian Keuangan,” ujarnya dalam konferensi pers di Kantor PPATK, Jakarta, Senin (10/4/2023).

Perlu diketahui, dugaan ini masuk dalam transaksi mencurigakan dengan nilai agregat Rp 349,8 triliun yang diduga melibatkan pegawai Kementerian Keuangan. Secara khusus, Komite TPPU juga akan membentuk tim guna melakukan penelusuran transaksi mencurigakan tersebut.

Dengan langkah awalnya adalah menyasar kasus dengan nilai terbesar Rp 189 triliun yang disebut Mahfud MD terjadi dengan modus impor emas batangan ilegal.

Bentuk Satgas

Konferensi Pers Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU oleh Menko Polhukam Mahfud MD, Menkeu Sri Mulyani dan Ketua PPATK Ivan Yustiavandana, Senin (10/4/2023).

Diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD menegaskan pihaknya akan membentuk tim gabungan atau satgas untuk menelusuri kembali transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun yang terjadi di lingkungan Kementerian Keuangan. Sejumlah pihak dari kementerian dan lembaga pun akan ikut terlibat.

Diketahui, dugaan transaksi mencurigakan yang mengarah ke tindak pidana pencucian uang (TPPU) ini muncul sejak beberapa waktu lalu. Mahfud menegaskan Rp 349 triliun adalah angka agregat dari transaksi yang terjadi.

Tim gabungan ini nantinya dibentuk oleh Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU). Didalamnya akan melibatkan Kementerian Keuangan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), hingga Kejaksaan Agung.

“Komite akan segera membentuk tim gabungan yang akan melajukan supervisi untuk menindaklanjuti keseluruhan LHA (Laporan Hasil Analisis) LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) dengan nilai agregat sebesar lebih dari Rp 349 triliun dengan melakukan case building. Membangun kasus dari awal,” ujarnya Kantor PPATK, Senin (10/4/2023).

Mahfud menerangkan, Tim Gabungan atau Satgas ini akan melibatkan PPATK, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Bareskrim Polri, Pidus Kejaksaan Agung, Bidang Pengawasan OJK, BIN, hingga Kemenko Polhukam.

Sumber : Liputan6.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only