APTF ke-14, Dirjen Pajak Ungkap Tujuan Reformasi Pajak di Indonesia

Dirjen Pajak Suryo Utomo menyatakan pemerintah terus berupaya mereformasi sistem pajak di Indonesia.

Suryo mengatakan pemerintah melaksanakan reformasi pajak sebagai bagian dari upaya menyehatkan APBN setelah tertekan akibat pandemi Covid-19. Salah satu capaian penting dalam reformasi tersebut yakni pengesahan UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

“Implementasi UU HPP penting sebagai bagian dari reformasi untuk memperkuat perekonomian dan penerimaan negara,” katanya dalam Asia Pacific Tax Forum ke-14, Rabu (3/5/2023).

Suryo mengatakan Indonesia menjadi salah satu negara yang mampu melewati tekanan pandemi Covid-19 melalui optimalisasi peran APBN. Setelah pandemi tertangani, APBN perlu kembali disehatkan, yang salah satunya melalui peningkatan penerimaan perpajakan.

Dia menjelaskan UU HPP memiliki ruang lingkup yang luas antara lain ketentuan umum dan tata cara perpajakan (KUP), pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), serta pajak karbon. UU HPP didesain agar memberikan manfaat untuk semua lapisan masyarakat.

Misalnya mengenai PPh, UU HPP telah mengubah lapisan tarif PPh orang pribadi dari semula 4 layer menjadi 5 layer. Perubahan itu dilakukan untuk mewujudkan prinsip keadilan karena wajib pajak berpenghasilan tinggi akan membayar pajak lebih besar.

Sedangkan soal PPN, UU HPP mengatur tarif PPN naik menjadi 11% dimulai 1 April 2022 dan kembali naik menjadi 12% paling lambat 1 Januari 2025. Meski demikian, pemerintah tetap memberikan fasilitas untuk barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat luas seperti bahan pangan pokok, layanan pendidikan, dan layanan kesehatan.

“Dengan pembaruan coretax system dan penguatan penegakan hukum, diharapkan juga akan meningkatkan penerimaan pajak,” ujarnya.

Di sisi lain, Suryo juga menyinggung komitmen Indonesia mendukung penyelesaian diskusi soal solusi 2 pilar untuk mengatasi tantangan pajak global oleh OECD/G-20 Inclusive Framework on BEPS. Pilar 1: Unified Approach penting untuk menjamin hak pemajakan dan basis pajak yang lebih adil dalam konteks ekonomi digital karena tidak lagi berbasis kehadiran fisik.

Sedangkan Pilar 2: Global anti-Base Erosion Rules (GloBE), diharapkan mampu mengurangi kompetisi pajak serta melindungi basis pajak yang dilakukan melalui penetapan tarif pajak minimum secara global.

Asia Pacific Tax Forum ke-14 dihadiri oleh perwakilan otoritas, pengusaha, dan praktisi pajak dari berbagai negara Asia Pasifik. Setelah dibuka oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin, acara dilanjutkan dengan panel diskusi untuk mendiskusikan berbagai isu perpajakan.

Pengamat pajak DDTC Darussalam mendukung upaya pemerintah melaksanakan reformasi pajak. Dalam mengantisipasi persoalan pajak yang makin kompleks, reformasi diperlukan dengan tetap memperhatikan praktik-praktik administrasi dan kebijakan terbaik di dunia.

“Komparasi dengan negara-negara di Asia Pasifik sangat penting. Bagaimana kita melakukan reformasi dengan melihat international best practices,” katanya.

Sumber : DDTC

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only