Perdagangan Karbon Dilakukan Secara Elektronik, Ini Kata Pemerintah

Pemerintah mengungkapkan perdagangan karbon akan sepenuhnya dilaksanakan secara elektronik.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan penggunaan sistem berbasis elektronik diperlukan untuk mempermudah penelusuran terhadap karbon berasal meskipun sudah diperdagangkan berkali-kali.

“Tentunya bisa melakukan traceability terhadap situasi karbon itu berasal dari hutan yang mana, ataupun industri yang mana, ataupun energi yang mana. Sehingga walaupun diperdagangkan berkali-kali, itu asal-usul dan traceability-nya itu tetap ada,” ujar Airlangga, Rabu (3/5/2023).

Penyelenggaraan perdagangan karbon diperlukan guna mendukung pencapaian target nationally determined contribution (NDC) sebesar 29% hingga 41% pada 2030. Perdagangan karbon juga diharapkan mendukung tercapainya net zero emission (NZE) pada 2060.

Dalam dokumen NDC, Indonesia berkomitmen untuk melakukan pengurangan emisi sebesar 31,89% dengan upaya sendiri dan sebesar 43,2% dengan dukungan internasional pada 2030.

“Indonesia punya target NDC. Perdagangan karbon ini tentu juga untuk mengukur kepatuhan Indonesia terhadap NDC,” ujar Airlangga.

Perdagangan karbon di Indonesia nantinya akan dilaksanakan dalam bursa karbon yang diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Adapun registrasi akan dilakukan melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).

Setelah melakukan registrasi ke Kementerian LHK, barulah perusahaan bisa melakukan perdagangan karbon. Nantinya, komoditas karbon di Indonesia tidak boleh diperjualbelikan di bursa karbon yang berlokasi di luar negeri.

Untuk tahun ini, Kementerian ESDM telah menetapkan persetujuan teknis batas atas emisi pelaku usaha (PTBAE-PU) kepada 99 unit PLTU batu bara milik 42 perusahaan. Perusahaan-perusahan itu akan menjadi peserta perdagangan karbon dengan total kapasitas terpasang sebesar 33.569 MW.

Sumber: ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only