Soal Penghapusan Fasilitas Pembebasan PPN, Sri Mulyani Tegaskan Ini

Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan tanggapan terhadap saran yang disampaikan World Bank, yakni desakan agar pemerintah Indonesia menghapus fasilitas pembebasan PPN. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (10/5/2023).

World Bank menilai penghapusan fasilitas pembebasan PPN bisa mendorong optimalisasi penerimaan pajak. Hal tersebut sebenarnya juga diamini oleh Sri Mulyani. Menurutnya, penghapusan pembebasan PPN dapat secara efektif meningkatkan penerimaan negara. Apalagi, PPN merupakan penyumbang terbesar dalam penerimaan pajak Indonesia.

Namun, menkeu mengingatkan, kebijakan soal penghapusan fasilitas pajak ini sangat sensitif dari sisi politik.
Dia menjelaskan pemerintah telah mengakomodasi upaya reformasi kebijakan PPN melalui pengesahan UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Menkeu menekankan ada sejumlah barang dan jasa yang sangat dibutuhkan masyarakat, khususnya kelompok tidak mampu.

“Saya setuju dengan rekomendasi ini, tetapi kita juga harus mengambil mempertimbangkan aspek politiknya. Kita melakukan reformasi setiap ada peluang atau kemampuan untuk mendorongnya,” ujarnya.

Sri Mulyani menambahkan perlu proses panjang untuk melakukan reformasi, termasuk di bidang pajak. Saat pengesahan UU HPP pun, pemerintah harus dapat memberikan penjelasan yang baik kepada masyarakat, dunia usaha, dan pimpinan partai politik.

Selain mengenai rekomendasi World Bank tentang fasilitas PPN, ada pula ulasan terkait dengan progres kebijakan pajak karbon, pengelolaan utang, hingga update penyusunan RUU Perampasan Aset.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Fasilitas PPN Justru Dimanfaatkan Kelompok Kaya

Ada alasan di balik rekomendasi yang disampaikan World Bank kepada pemerintah Indonesia tentang penghapusan fasilitas pembebasan PPN.

Melalui laporan berjudul Pathways Towards Economic Security Indonesia Poverty Assessment, World Bank menjelaskan fasilitas pembebasan PPN terhadap barang dan jasa memang biasanya diberikan untuk membantu rumah tangga miskin. Sayangnya, sering kali justru rumah tangga kaya yang menikmati fasilitas pembebasan PPN lebih besar.

“Cara praktis untuk meningkatkan penerimaan PPN dengan cepat adalah dengan menghilangkan pengecualian dan tarif pilihan atas pajak untuk berbagai barang dan jasa,” bunyi laporan World Bank tersebut.

World Bank menyebut sepertiga dari potensi penerimaan PPN, setara 0,7% dari PDB Indonesia, hilang melalui struktur pembebasan PPN saat ini. Besaran potensi penerimaan yang hilang tersebut cukup untuk mendanai seluruh anggaran bantuan sosial yang diperluas pada 2019. (DDTCNews, Detik)

Implementasi Pajak Karbon Masih Abu-Abu

Kementerian Keuangan belum bisa memastikan waktu pemberlakuan pajak karbon meskipun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan bursa karbon mulai beroperasi pada September 2023.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan kebijakan mengenai pajak karbon harus disusun secara hati-hati karena menyangkut aktivitas perdagangan karbon secara internasional.

“Kami akan lihat bersama-sama dan secara lengkap. Ini adalah untuk mendukung penurunan emisi di indonesia dan kami komit dengan kebijakan yang sama di negara lain juga. Ini akan menjadi kolaborasi global,” katanya.

Kemenkeu, imbuh Febrio, masih menyiapkan peta jalan (roadmap) kebijakan pajak karbon. Dalam roadmap tersebut juga akan mempertimbangkan kesiapan ekonomi Indonesia yang masih dihadapkan pada ketidakpastian.

Selain itu, Kemenkeu juga ingin memastikan roadmap pajak karbon yang disusun sejalan dengan roadmap di negara lain. (DDTCNews)

Pengelolaan Utang Dijamin Hati-hati

Sri Mulyani Indrawati kembali menegaskan pemerintah selalu mengelola utang secara hati-hati.

Menurutnya, pembiayaan anggaran hingga kuartal I/2023 terjaga pruden, fleksibel, dan akuntabel sejalan dengan strategi pembiayaan tahun ini. Menkeu juga memastikan setiap penarikan utang juga dilakukan dengan mempertimbangkan kas negara yang tetap baik.

“Pengadaan utang dilakukan tetap dengan prinsip kehati-hatian dengan mempertimbangkan kondisi pasar dan kas pemerintah yang saat ini cukup tinggi, juga kebutuhan pembiayaan,” katanya. (DDTCNews)

Update Penyusunan RUU Perampasan Aset

Anggota Komisi III DPR Taufik Basari menyebut pembahasan RUU Perampasan Aset akan diwarnai dengan perdebatan terkait dengan penerapan perampasan aset tanpa pemidanaan atau non-conviction based asset forfeiture.

Bila RUU Perampasan Aset turun memuat ketentuan mengenai perampasan aset tanpa pemidanaan, lanjut Taufik, ketentuan tersebut harus dirancang secara hati-hati guna mencegah penyalahgunaan kewenangan ke depannya.

“Apabila diterapkan maka selain berpotensi melanggar prinsip-prinsip hukum, ini juga jika tidak hati-hati dapat membuka kesempatan penyalahgunaan kewenangan oleh aparat penegak hukum ataupun dengan alasan politis,” katanya. (DDTCNews, Kontan)

Aturan Pemeriksaan Fisik Barang Impor Diubah

Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menerbitkan Peraturan Dirjen Bea Cukai PER-1/BC/2023. Beleid tersebut mengubah petunjuk pelaksanaan pemeriksaan fisik barang impor.

Direktur Teknis Kepabeanan DJBC Fadjar Donny Tjahjadi menyebutkan peraturan baru tersebut dirilis sebagai upaya untuk memperbaiki proses pemeriksaan fisik barang impor. Dia meminta importir untuk mendukung upaya tersebut dengan menyampaikan pemberitahuan impor barang (PIB) secara benar. (DDTCNews)

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only