Jelang Penerapan Coretax System, DJP Bakal Revisi Lagi Ketentuan CRM

Menjelang implementasi sistem inti administrasi perpajakan atau coretax administration system, Ditjen Pajak (DJP) bakal kembali merevisi penerapan compliance risk management (CRM).

Ketua Subtim Analisis Bisnis 2a (BI dan CRM) Tim Pelaksana PSIAP DJP Lasmin mengatakan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-39/PJ/2021 tentang Implementasi CRM dan Business Intelligence sedang direvisi.

“Tahun ini, kami godok revisi surat edarannya lagi. Jadi, yang paling akhir dan akan lebih memudahkan dalam mengimplementasikan CRM,” katanya dalam webinar bertajuk Mengenal Teknologi Informasi Perpajakan Indonesia yang digelar oleh Perkumpulan Praktisi dan Profesi Konsultan Pajak Indonesia (P3KPI), Kamis (15/6/2023).

Nanti, lanjut Lasmin, CRM akan lebih fokus dalam mengidentifikasi risiko penerimaan pajak yang timbul akibat aggressive tax planning yang dilakukan oleh wajib pajak, terutama oleh perusahaan multinasional.

Penggunaan CRM oleh Ditjen Pajak

Sebagai informasi, CRM pertama kali digunakan oleh DJP dalam melakukan kegiatan ekstensifikasi, pengawasan, pemeriksaan, dan penagihan pada September 2019 seiring dengan ditetapkannya SE-24/PJ/2019.

Dengan ditetapkannya SE-39/PJ/2021, CRM juga digunakan DJP untuk membantu perihal pelayanan, edukasi perpajakan, serta secara khusus mengidentifikasi risiko transfer pricing.

Selain mengatur tentang CRM, SE-39/PJ/2021 juga mengatur business intelligence, yaitu teknik yang menggabungkan arsitektur, perangkat teknologi informasi, dan basis data untuk pengumpulan, penyimpanan, pengelolaan data, dan manajemen pengetahuan dengan perangkat analisis data dalam rangka penyajian informasi yang bermanfaat bagi perencana dan pengambil keputusan.

Terdapat 2 aplikasi yang dimanfaatkan oleh DJP untuk mengimplementasikan business intelligence, yaitu Ability to Pay (ATP) dan SmartWeb.

ATP merupakan aplikasi yang digunakan untuk mendeskripsikan dan memprediksi tingkat kemampuan bayar wajib pajak.

Sementara itu, SmartWeb adalah aplikasi yang dipakai untuk mengidentifikasi wajib pajak grup dengan menyajikan informasi jaringan hubungan beberapa wajib pajak, informasi wajib pajak orang pribadi kaya dan perusahaan grupnya, informasi beneficial owner, dan risiko ketidakpatuhannya.

Sumber : News.ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only