Perbandingan Tarif Pajak Hiburan UU 28/2009 dengan UU HKPD

Tarif pajak hiburan sebesar 75% ternyata bukan hal baru dalam peraturan pajak daerah dan restribusi daerah (PDRD) Indonesia. 

Dalam Undang-Undang (UU) No. 28/2009 tentang PDRD, kala itu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menjabat sebagai presiden menetapkan tarif untuk pajak hiburan paling tinggi sebesar 10%. 

Namun, terdapat ketentuan khusus untuk pemungutan pajak dari karaoke, panti pijat, hingga mandi uap/spa. 

“Khusus untuk Hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif Pajak Hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75%,” tulis ayat (2) Pasal 45 beleid tersebut. 

Dalam ketentuan tersebut jelas hanya ditetapkan batas atas tarif, tidak ada batas bawah. Artinya, pemerintah daerah (Pemda) dapat menetapkan tarif bahkan hingga 0%. 

Adapun, hiburan yang dimaksud dalam UU No. 28/2009 terbagi menjadi 10 jenis. Pertama, tontonan film. Kedua, pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana. Ketiga, kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya. Keempat, pameran. Kelima, diskotek, karaoke, kelab malam, dan sejenisnya. 

Keenam, sirkus, akrobat, dan sulap. Ketujuh, permainan biliar, golf, dan bowling. Kedelapan, pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan. Kesembilan, panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitness center). Terakhir, pertandingan olahraga. 

Melalui terbitnya aturan terbaru, yakni UU No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), pajak hiburan tersebut kini menjadi objek dari Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT).

Objek PBJT terdiri dari makanan dan/atau minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir, serta jasa kesenian dan hiburan. Di mana jasa kesenian dan hiburan terbagi menjadi 12 kategori. 

Meski demikian, Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kementerian Keuangan Lydia Kurniawati Christyana mengungkapkan bahwa faktanya, mayoritas pajak hiburan secara umum justru turun menjadi paling tinggi sebesar 10%. 

“Yang semula dalam UU No. 28/2009 maskimal 35% dan dengan UU ini [HKPD] turun ke 10%,” ungkapnya dalam Media Briefing, Selasa (16/1/2024). 

Sumber : ekonomi.bisnis.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only