Ada Data Prepopulated saat Lapor SPT Tahunan? Tetap Perlu Dicek

Ditjen Pajak (DJP) meminta wajib pajak untuk tetap memerika data prepopulated yang disediakan. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (29/2/2024).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengingatkan kebenaran data prepopulated tersebut tetap harus diperiksa oleh masing-masing wajib pajak sebelum Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dilaporkan.

“Wajib pajak diharapkan memastikan data yang terdaftar pada sistem DJP merupakan data paling baru dan berisi informasi yang benar dan lengkap,” ujarnya.

Sebagian wajib pajak orang pribadi, terutama karyawan, dalam beberapa tahun terakhir sudah dapat menikmati fitur prepopulated ketika menyampaikan SPT Tahunan. Data seperti penghasilan neto dan pajak terutang yang telah dipotong pemberi kerja akan otomatis terisi dalam SPT Tahunan.

Dari sisi otoritas, fitur data prepopulated akan terus dioptimalkan, terutama bertepatan dengan momentum rencana implementasi pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (SIAP). Data prepopulated akan terus diperkaya seiring dengan pemanfaatan teknologi.

Selain mengenai data prepopulated, ada pula ulasan terkait dengan perkembangan pemadanan data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Ada juga ulasan terkait dengan pelaporan SPT Tahunan.

Data Prepopulated Terus Diperkaya

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan data prepopulated akan makin banyak ketika coretax administration system (CTAS) diterapkan. Data prepopulated ini biasanya berasal dari bukti potong yang telah dilaporkan pemotong pajak.

“Data tersebut akan terus diperbaiki dan diperkaya bersamaan dengan implementasi coretax pada bulan Juli 2024,” katanya.

Nantinya, tidak hanya penghasilan pegawai dan PPh Pasal 21 yang langsung terisi secara prepopulated dalam SPT Tahunan PPh orang pribadi. PPh final atas bunga yang dipotong oleh pihak perbankan juga akan tersedia menjadi data prepopulated. (DDTCNews)

Riwayat Pemotongan Pemungutan pada DJP Online

Untuk sementara ini, Riwayat Pemotongan Pemungutan pada submenu Pra Pelaporan DJP Online hanya menampilkan data bukti potong yang dibuat oleh pemotong (pihak lain) yang menggunakan aplikasi e-SPT PPh dan e-bupot PPh Pasal 23/26.

“Data bukti potong yang dibuat menggunakan aplikasi lain seperti e-bupot unifikasi untuk saat ini belum dapat ditampilkan pada menu tersebut,” tulis contact center DJP, Kring Pajak, saat merespons warganet di media sosial X.

Adapun riwayat pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang ditampilkan dibatasi untuk 1 tahun terakhir. Apabila data masih belum tersedia, wajib pajak diimbau untuk melakukan konfirmasi kepada lawan transaksi. (DDTCNews)

Pemadanan Data NIK dan NPWP Orang Pribadi

Sebanyak 61,5 juta NIK telah diintegrasikan sebagai NPWP orang pribadi. Data yang telah dipadankan tersebut setara 84,02% dari 73,2 juta wajib pajak orang pribadi dalam negeri. Otoritas akan terus mengingatkan wajib pajak agar segera melakukan pemadanan melalui DJP Online.

“Mungkin dari 11,69 juta ini ada yang sudah tidak aktif atau keluar dari Indonesia, yang memang tidak perlu dipadankan,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti. (DDTCNews/Bisnis Indonesia/Kontan)

Penggunaan NIK di e-Bupot 21/26

Penyuluh Pajak Ahli Pertama DJP Dwi Langgeng Santoso mengatakan untuk orang pribadi penduduk, aplikasi e-bupot 21/26 pada prinsipnya hanya menerima 2 identitas yang dapat dimasukkan. Keduanya adalah NPWP dan NIK. Adapun untuk NIK, sistem akan melakukan validasi.

Dwi mengatakan validasi akan mencakup kesesuaian atas 2 hal, NIK itu sendiri dan nama yang tercantum dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP). Dia memberi contoh ketika ada perbedaan 1 huruf pada nama, validasi terhadap NIK akan gagal.

“Pastikan nama yang diinput nanti adalah nama yang sama persis dengan NIK [di KTP]. Jika berbeda nama di KTP atau yang tersimpan di Dukcapil dan basis data kami dengan nama yang tertulis di aplikasi maka enggak sinkron. Pasti ke-reject,” jelasnya. (DDTCNews)

Pemda Diimbau Perkuat Database Pajak dan Retribusi

Kemendagri mengimbau pemerintah daerah (pemda) untuk memperkuat basis data pajak daerah dan retribusi daerah. Menurut Kepala Subdirektorat Pendapatan Daerah Wilayah III Kemendagri Ihsan Dirgahayu, basis data yang kuat diperlukan untuk mengoptimalkan pendapatan asli daerah.

“Setelah ada database, kebijakan pemerintah adalah memutakhirkan database. Jangan-jangan database yang ada itu 3 tahun lalu, masih dipakai terus,” ujar Ihsan.

Dia mengatakan basis data yang kuat dapat dimanfaatkan untuk menetapkan kebijakan penganggaran.Target pendapatan asli daerah yang didasari oleh basis data yang kuat akan memberikan kepastian terhadap pelaksanaan anggaran, termasuk belanja daerah. (DDTCNews)

Pelaporan SPT Tahunan

DJP mencatat sebanyak 5,4 juta wajib pajak telah menyampaikan SPT Tahunan 2023. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan kebanyakan SPT Tahunan tersebut dilaporkan secara online.

“Sampai hari ini, growth [penyampaian SPT Tahunan] total 1,63% dibandingkan dengan tahun lalu,” katanya, Rabu (28/2/2024).

Dwi menuturkan SPT Tahunan 2023 yang telah disampaikan tersebut berasal dari 5,24 juta wajib pajak orang pribadi dan 166.266 wajib pajak badan.

Pemenuhan Syarat TKDN

Untuk memanfaatkan fasilitas PPN ditanggung pemerintah (DTP) atas penyerahan mobil listrik ataupun bus listrik, kriteria tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yang tercantum dalam Pasal 3 ayat (2) PMK 8/2024 harus dipenuhi.

Bila kriteria TKDN yang tercantum dalam Pasal 3 ayat (2) PMK 8/2024 tidak terpenuhi, dirjen pajak dapat menagih kembali PPN yang seharusnya terutang atas penyerahan mobil listrik atau bus listrik tersebut.

Fasilitas PPN DTP sebesar 10% dari harga jual diberikan penyerahan mobil listrik dan bus listrik dengan TKDN minimal 40%. Fasilitas PPN DTP sebesar 5% dari harga jual diberikan atas penyerahan bus listrik dengan TKDN sebesar 20% hingga kurang dari 40%.

Dengan demikian, PPN yang dikenakan atas penyerahan mobil listrik dan bus listrik dengan TKDN minimal 40% adalah sebesar 1% saja. Sementara PPN atas penyerahan bus listrik dengan TKDN sebesar 20% hingga kurang dari 40% adalah sebesar 6%.

Sumber : ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only