Restitusi Melonjak, Penerimaan PPN Kuartal I-2024 Anjlok

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, realisasi pajak pertambahan nilai dalam negeri (PPN DN) memiliki kontribusi terbesar terhadap penerimaan pajak secara total sebesar 22,1%.

Sayangnya, secara neto jenis pajak tersebut mengalami kontraksi sebesar 23% dikarenakan adanya peningkatan restitusi pada sektor industri pengolahan, perdagangan, dan pertambangan terutama yang berasal dari kompensasi lebih bayar tahun-tahun sebelumnya.

“Ini harus kita lihat secara hati-hati. Artinya ada koreksi yang mempengaruhi penerimaan negara. Koreksi dari kegiatan ekonomi, apakah dari sisi harga komoditas maupun kegiatan ekonomi yang terefleksikan dalam penerimaan negara,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati belum lama ini.

Secara bruto, penerimaan PPN DN pada kuartal I-2024 tumbuh 5,8%, atau melambat dari periode yang sama tahun lalu dengan pertumbuhan sebesar 34,7%.

Di sisi lain, PPN impor juga terkontraksi 2,8% sejalan dengan melemahnya aktivitas impor.

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan bahwa kondisi PPN impor tetsebut sejalan dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang memperlihatkan perdagangan Internasional Indonesia yang terus mengalami pelemahan.

“Sayangnya kinerja PPN impor dan PPnBM ini menahan kinerja penerimaan PPN dan PPnBM secara keseluruhan,” kata Fajry.

Untuk diketahui, realisasi PPN dan PPnBM senilai Rp 155,79 triliun di kuartal I-2024 atau terkontraksi 16,1%. Realisasi tersebut setara 19,2% dari target yang ditetapkan sebesar Rp 811,36 triliun.

Fajry menjelaskan, peningkatan restitusi pajak terjadi karena adanya lebih bayar. Lebih bayar ini terjadi karena adanya peningkatan pajak masukan, peningkatan biaya bahan baku masa lalu atau ada pelemahan pajak keluaran karena terjadi pelemahan omzet masa lalu.

“Di sisi lain, memang peningkatan restitusi bisa juga diartikan bahwa perusahaan membutuhkan cash flow,” katanya.

Fajry meyakini bahwa efek peningkatan restitusi hanya bersifat sementara.

“Jadi pelemahan kinerja penerimaan pajak juga akan terjadi sementara, namun tetap perlu melihat kondisi makro nanti karena balik lagi, ketidakpastian tahun ini masih tinggi,” terangnya.

Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute Ariawan Rahmat mengatakan bahwa penurunan penerimaan pajak juga terjadi karena pengaruh harga komoditas yang terus menurun sejak tahun lalu.

Dirinya menyebut, penerimaan pajak Indonesia di sektor migas merosot sejak awal tahun 2023, karena harga minyak dunia yang terus turun. Nah, penurunan harga tersebut menyebabkan penerimaan PPN impor mengalami penurunan.

“Saat ini Indonesia untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri kita masih bergantung pada impor. Jika harga menurun otomatis PPN impor kita juga ikut terkontraksi,” kata Ariawan.

Menurutnya, setoran PPN DN akan meningkat kembali jika ada peningkatan harga komoditas, pertumbuhan ekonomi yang ekspansif, serta realisasi penyesuaian tarif PPN jika jadi diterapkan, dan pemerintah melakukan perluasan basis pajak.

Sumber : nasional.kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only