Menggali Potensi Penerimaan Pajak Baru

Pemerintah perlu mewaspadai tren penurunan penerimaan perpajakan di awal tahun ini. Agar tidak mengusik ruang fiskal, pemerintah harus terus mengganjot setoran pajak, salah satunya menyasar potensi pajak yang belum terjamah.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi penerimaan pajak hingga Maret 2024 senilai Rp 393,91 triliun. Angka ini terkoreksi 8,8% secara tahunan atau baru 19,81% dari target anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2024.

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan ada potensi penerimaan pajak baru yang belum disentuh karena dibatasi regulasi. Misalnya, pada potensi pajak pertambahan nilai (PPN).

Menurut dia, masih ada objek PPN yang tidak bisa dipungut karena mendapatkan fasilitas pembebasan atau pengecualian. “Berbicara PPN yang tidak dipungut karena pengusaha punya omzet kurang dari Rp 4,8 miliar. Jadi penerimaan PPN itu tidak bisa dipungut oleh pemerintah karena regulasi ambang batas PKP (pengusaha kena pajak) PPN,” kata dia, Rabu (8/5).

Selain itu, penerimaan pajak juga belum optimal karena adanya kegiatan berkategori underground economy atau underground production, yang merujuk pada definisi Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD).

“Contohnya para pelaku tambang ilegal atau pembalak hutan ilegal. Tentu, perlu me- libatkan aparat penegak hu- kum dan PPATK (Pusat Pela- poran dan Analisis Transaksi Keuangan),” ungkap Fajry.

Jika melihat secara umum, dia menilai potensi penerimaan pajak sudah cukup optimal digali oleh otoritas pajak. Hal tersebut terlihat dari surat permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan (SP2DK) yang diproduksi otoritas pajak dalam beberapa tahun terakhir.

Kendati begitu, ada sejumlah sektor yang belum optimal ditarik karena kebijakan insentif. Contohnya sektor konstruksi maupun beberapa insentif bagi korporasi dengan omzet tertentu. Ada pula pungutan yang belum optimal karena sulit diawasi seperti transaksi yang menggunakan elektronik atau ekonomi digital.

Direktur Eksekutif MUC Tax Research Wahyu Nuryanto menilai harus ada penambahan wajib pajak baru, utamanya dari sektor-sektor yang secara teknis sulit tersentuh sistem perpajakan seperti pertanian dan ekonomi digital.

Ditjen Pajak juga perlu serius mengoptimalkan potensi pajak dari wajib pajak orang pribadi non karyawan.

“Pengenaan pajak atas natura merupakan langkah yang baik, namun perlu dioptimalkan. Termasuk melakukan pembatasan transaksi tunai dan perlu juga mempertimbangkan untuk mengenakan pajak atas warisan,” terang Wahyu.

Sumber : Harian Kontan, Jum’at 10 Mei 2024, Hal 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only