Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali menegaskan komitmen Indonesia untuk menerapkan perjanjian pajak global.
Sri Mulyani mengatakan penerapan perjanjian pajak global akan perluasan basis pajak terhadap perusahaan multinasional yang melakukan transaksi lintasnegara. Hal
tersebut pada akhirnya juga akan meningkatkan penerimaan pajak bagi Indonesia.
“Komitmen Indonesia dalam penerapan global taxation agreement menjadi peluang
bagi perluasan basis pajak melalui perpajakan korporasi multinasional yang
melakukan transaksi lintasnegara,” katanya dalam pidato KEM-PPKF 2025, Senin
(20/5/2024).
Sri Mulyani menuturkan strategi pengelolaan APBN akan mencakup peningkatan
pendapatan negara, efisiensi belanja negara, serta pelaksanaan pembiayaan kreatif.
Dari sisi pendapatan negara, optimalisasi dilakukan dengan cara meningkatkan
efektivitas penerapan UU Harmonisasi Perpajakan (HPP) dengan tetap menjaga iklim investasi.
Selain itu, pemerintah juga akan terus memperluas basis pajak dan pengawasan
pemenuhan kewajiban perpajakan untuk memitigasi risiko terutama dari berbagai tax evasion.
Dalam meningkatkan kepatuhan tersebut, pemerintah menerapkan pengawasan
potensi perpajakan berbasis kewilayahan seiring dengan implementasi reformasi
administrasi. Langkah ini juga termasuk mengintegrasikan teknologi dan meningkatkan kerja sama antarinstansi atau lembaga.
“Pemerintah memberikan insentif fiskal secara terarah, terukur, dan selektif untuk halhal yang strategis dalam rangka mendukung akselerasi transformasi ekonomi,” ujar Sri Mulyani.
Saat ini, solusi 2 pilar yang diinisiasi OECD/G-20 Inclusive Framework on BEPS untuk
mengatasi tantangan pajak global tengah bergulir. Implementasi solusi 2 pilar kini
makin dekat setelah disepakati oleh 138 negara.
Pilar 1 bertujuan menjamin hak pemajakan dan basis pajak yang lebih adil dalam
konteks ekonomi digital karena tidak lagi berbasis kehadiran fisik di yurisdiksi pasar.
Sementara itu, untuk Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE), negara-negara
Inclusive Framework menyepakati pajak minimum global sebesar 15%. Ketentuan
pajak minimum global tersebut salah satunya bakal berpengaruh terhadap ketentuan
insentif pajak.
Indonesia pun termasuk negara yang bersiap mengimplementasikan Pilar 2. Kesiapan
itu tecermin dari sejumlah payung hukum yang telah terbit berupa UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan PP 55/2022.
Sumber : news.ddtc.co.id
Leave a Reply