Prabowo Mau Tambah Utang, Setoran Pajak Harus Kencang

Rencana presiden terpilih Prabowo Subianto untuk menaikkan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) hingga 50%, sempat membuat pasar keuangan bergejolak.

Kurs rupiah bahkan sampai terkapar di level atas Rp 16.400/US$ bulan lalu. Hal ini pun menjadi peringatan bagi pemerintahan baru kelak, agar berhati-hati dalam mengelola fiskal.

Chief Economist CNBC Indonesia, Anggito Abimanyu mengatakan supaya kondisi itu tak lagi terjadi, kenaikan utang harus diimbangi dengan kemampuan negara dalam mengumpulkan pajak secara optimal. Artinya, rasio pajak terhadap PDB juga lebih dahulu harus naik.

“Jadi memang harus ada keseimbangan. Keseimbangan itu biasanya dikuatkan dalam suatu model-model ekonomi untuk melihat berapa keseimbangan antara penerimaan pajak, defisit anggaran, dan juga rasio utang,” ucap Anggito dalam dalam program Squawk Box CNBC Indonesia, dikutip Senin (15/7/2024).

Selain itu, ia melanjutkan kenaikan utang itu harus diimbangi dengan kemampuan memperoleh tambahan pembiayaan dari dalam negeri. Bila utang dari dalam negeri itu mendominasi, ia memastikan pemerintah akan mampu memitigasi risiko nilai tukar terhadap kondisi fiskal.

“Karena dengan rupiah berarti risikonya nilai tukar itu akan tereliminasi. Meskipun demikian, kita juga membutuhkan fresh money, uang masuk. Jadi perbandingannya itu lebih besar dari rupiah, sebagian kecil itu dari mata uang asing. Kita butuhkan semacam fresh money,” paparnya.

Selanjutnya, pemerintah harus memastikan bunga utang atau imbal hasil dari naiknya rasio utang itu murah.

“Dan itu murah bukan kita menekan jumlah utang secara sepihak, tapi juga memastikan bahwa pasar surat utang negara itu aktif, liquid, sehingga memang biaya peminjaman bisa murah,” ungkap Anggito.

Bunga atau imbal hasil itu menurut Anggito dapat ditekan bila pemerintah mampu mempertahankan rating atau peringkat utangnya dalam level investment grade.

“Sehingga biaya peminjaman semakin lemah, semakin turun, itu yang penting,” ucapnya.

Seluruh usaha itu Anggito tekankan juga harus diiring dengan penggunaan utang untuk hal-hal yang sifatnya produktif, sehingga mencerminkan adanya nilai tambah atau bisa menjadi sumber pertumbuhan ekonomi.

Ia menekankan jangan sampai utang itu digunakan untuk belanja rutin ataupun belanja bantuan sosial seperti program makan bergizi gratis. Sebab, hal itu bisa mendapatkan sentimen negatif dari pelaku pasar keuangan.

“Kecuali dalam kondisi krisis, tapi dalam kondisi normal, utang itu dipakai untuk hal-hal yang produktif yang memberikan imbal hasil, sehingga dia seperti self-generation dari utang. Utang dipakai untuk membiayai proyek-proyek yang memberikan manfaat ekonomi,”

Sumber: cnbcindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only