Sengketa atas Pembuktian Ada atau Tidaknya Surat Keterangan Domisili

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai apakah surat keterangan domisili (SKD) sudah diserahkan wajib pajak kepada otoritas pajak atau belum. Sebab, SKD menjadi acuan otoritas dalam menentukan suatu pihak berhak atau tidaknya memperoleh fasilitas dalam perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B).

Dalam perkara ini, wajib pajak menyewa kapal milik suatu perusahaan yang berdomisili di Singapura, selanjutnya disebut X Co. Kapal yang disewa wajib pajak tersebut diasuransikan kepada perusahaan asuransi di Belanda, selanjutnya disebut Y Co. Dalam hal ini, wajib pajak harus menanggung premi asuransi kapal yang disewanya.

Otoritas pajak menilai wajib pajak belum menyerahkan SKD atas nama Y Co kepada otoritas pajak. Apabila SKD tidak diserahkan maka Y Co tidak berhak memperoleh fasilitas pajak dalam P3B atas penghasilan yang diterimanya dari wajib pajak. Dengan demikian, jumlah PPh Pasal 26 yang dipotong wajib pajak juga masih kurang sehingga dilakukan koreksi oleh otoritas pajak.

Sebaliknya, wajib pajak menilai pihaknya sudah menyerahkan SKD atas nama Y Co pada tahap persidangan banding. SKD tersebut sah dan dikeluarkan resmi oleh otoritas berwenang di Belanda. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan otoritas pajak dinilai tidak dapat dibenarkan.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menyatakan menolak permohonan PK yang diajukan otoritas pajak sekaligus menguatkan putusan Pengadilan Pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.

Kronologi
WAJIB pajak menyatakan keberatan atas penetapan otoritas pajak sehingga mengajukan banding ke Pengadilan Pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat wajib pajak telah terbukti menyerahkan SKD atas nama Y Co kepada otoritas pajak.

SKD tersebut dinyatakan sah sebab diterbitkan secara resmi oleh otoritas pajak Belanda. Dengan demikian. Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyimpulkan koreksi yang dilakukan terbanding tidak dapat dipertahankan.

Atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 40780/PP/M.I/13/2012 tangggal 17 Oktober 2012, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 9 November 2012.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi positif dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 26 senilai Rp846.378.000,00 yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, Termohon PK menyewa kapal milik X Co yang berdomisili di Singapura.

Kapal yang disewa Termohon PK tersebut diasuransikan kepada Y Co yang merupakan perusahaan asuransi di Belanda. Dalam hal ini, Termohon PK wajib menanggung premi asuransi kapal yang disewanya.

Pemohon melakukan koreksi karena Termohon PK tidak dapat menyerahkan SKD atas seluruh transaksi dengan pihak Y Co. Belum diserahkannya SKD tersebut mengakibatkan pihak Y Co tidak berhak atas fasilitas perpajakan dalam P3B terkait penghasilan yang diterimanya dari Termohon PK. Dengan demikian, jumlah pajak yang dipotong dan disetorkan oleh Termohon PK juga masih kurang.

Lebih lanjut, dapat ditinjau juga bahwa penyampaian SKD merupakan hal yang wajib. Sebab, dokumen tersebut berperan sebagai identitas kependudukan yang menginformasikan di negara mana suatu pihak terdaftar atau tercatat sebagai penduduk menurut administrasi perpajakan.

Selain itu, SKD menjadi acuan Pemohon PK dalam menentukan apakah suatu pihak berhak memanfaatkan fasilitas perpajakan dalam P3B. Hal tersebut telah diatur secara jelas dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 624/KMK.04/1994 juncto SE-03/PJ.101/1996.

Selain itu, tanpa adanya SKD, Pemohon juga tidak dapat meyakini apakah pihak Y Co merupakan pemilik sebenarnya (beneficial owner) atas penghasilan pembayaran premi asuransi. Oleh karena itu, Pemohon menilai bahwa koreksi yang dilakukannya sudah benar dan harus dipertahankan.

Di sisi lain, Termohon PK menyatakan menolak seluruh dalil yang disampaikan Pemohon PK. Termohon PK berdalil bahwa pihaknya sudah menyampaikan SKD atas nama Y Co pada saat persidangan banding.

Dokumen tersebut dinilai sah dan dapat membuktikan domisili pihak Y Co karena dikeluarkan secara resmi oleh otoritas pajak Belanda. Pihak Y Co berhak memperoleh fasilitas perpajakan dalam P3B atas penghasilan yang diterimanya dari Termohon PK.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat dan benar. Terdapat dua pertimbangan Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, koreksi positif DPP PPh Pasal 26 sebesar Rp846.378.000 tidak dapat dibenarkanSetelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam persidangan oleh para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, dalam perkara a quo, telah terbukti bahwa Termohon PK telah menyerahkan SKD atas nama Y Co kepada Pemohon PK. SKD yang diserahkan tersebut sah dan resmi dikeluarkan oleh otoritas pajak Belanda. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Pemohon PK dinilai tidak dapat dipertahankan.

Berdasarkan pertimbangan di atas, pendapat Pemohon PK dinilai tidak beralasan sehingga Mahkamah Agung menyatakan menolak permohonan PK. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.*

Sumber : ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only