PSBB harus diimbangi pengurangan beban usaha

JAKARTA. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kembali menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kebijakan ini diumumkan, Rabu (9/9) dan mulai berlaku Senin (14/9) mendatang. Jakarta akan menerapkan PSBB seperti awal pandemi Covid-19 April 2020.

Ketua Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta Sarman Simanjorang memperkirakan, dampak dari kebijakan PSBB ketat ini akan membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin berat tahun ini. Namun, dia menyatakan bisa memaklumi keputusan DKI Jakarta mengambil kebijakan ini karena sebagai upaya darurat menghadapi penyebaran Covid-19.

Dia memperkirakan, kebijakan ini akan membuat ekonomi Jakarta kembali stagnan karena aktivitas perkantoran akan tutup. Selain itu berbagai sektor usaha seperti pusat perdagangan, mal, kafe, restoran, dan hotel akan terkena dampak langsung.

Begitu juga pembatasan operasional transportasi, pelaku UMKM akan kembali tutup. “Ekonomi Jakarta sebenarnya baru mulai bergairah dalam dua bulan terakhir sejak PSBB transisi dan sejumlah sektor usaha dibuka,” ujar Sarman, Kamis (10/9).

Sebagai gambaran sebelumnya Asosiasi Persatuan Pusat Belanja Indonesia mencatat kerugian akibat PSBB ketat di Jakarta sepanjang April-Juni mencapai Rp 12 triliun. Selain itu, penerapan kembali PSBB akan memperpanjang masa penantian pengusaha hiburan malam yang sudah hampir enam bulan tutup.

Butuh relaksasi

Karena itulah APPBI meminta agar pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberikan relaksasi kepada pengusaha agar bisa mengurangi beban sekaligus supaya tetap bisa bertahan. “Kami harapkan mendapat perhatian dari Pemprov DKI Jakarta agar tujuan kesehatan tercapai dan sekaligus juga dunia usaha terselamatkan, ujar Aplhonzus Widjaja, Ketua Umum APPBI.

Pada PSBB sebelumnya APPBI catat kerugian Rp 21 triliun per bulan.

Alphonzus menyatakan, pengusaha meminta sejumlah relaksasi. Namun hingga kini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum memberikan respon. Padahal relaksasi tersebut dapat membantu pelaku usaha bertahan.

Salah satunya adalah penghapusan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) perkotaan dan penghapusan Pajak Reklame. Pengusaha menganggap dua pajak daerah ini masih menjadi beban yang memberatkan karena nilainya sangat tinggi meski pun pusat perbelanjaan tidak beroperasi.

Selain itu, APPBI juga meminta agar tak ada kebijakan yang menambah beban usaha seperti kenaikan tarif retribusi parkir saat kondisi pusat perbelanjaan belum pulih. “Beberapa waktu lalu malah menetapkan kenaikan pajak parkir padahal selama ini jumlah parkir hanya mencapai maksimal 30% dari kondisi normal,” terang Alphonzus.

Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan P. Roeslani menilai, kebijakan PSBB di Jakarta, menjadi satu tantangan para pengusaha. Terutama bagi pengusaha ytang berada di DKI Jakarta. “Bagaimana kita menavigasi hal ini, beradaptasi dan berkreasi juga berinovasi secara baik dan benar,” jelas Rosan, Kamis (10/9).

Rosan optimistis, dengan adaptasi dan inovasi akan mampu membantu sektor usaha bertahan di masa pandemi, terutama saat penerapan PSBB kembali.

Sumber: Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only