Data AEoI Belum Dimanfaatkan Optimal

JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) terus menggali potensi pajak atas harta kekayaan wajib pajak di luar negeri lewat memanfaatkan data hasil pertukaran informasi untuk kepentingan perpajakan atau Automatic Exchange of Information (AEoI). Tapi, pemanfaatan data AEoI masih terkendala.

Hingga 9 April 2021, terdapat 108 negara atau yurisdiksi akan berpartisipasi mengirimkan data wajib pajak secara otomatis. Saat ini ada 87 yurisdiksi tujuan pelaporan yang disampaikan Indonesia.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemkeu Neilmaldrin Noor menyatakan, data AEoI akan dimanfaatkan untuk menggali potensi, baik ekstensifikasi maupun intensifikasi. “Ditjen Pajak akan menjadi data oriented dan data driven institution, sehingga penerimaan negara makin optimal,” kata dia, kemarin (10/6).

Ditjen Pajak juga akan menyempurnakan sistem informasi teknologi agar penggunaan data AEoI efektif. Indonesia telah menjalankan program AEoI sejak 2018 sebagai upaya ekstensifikasi paska menggelar program tax amnesty 2016-2017.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan data yang didapat dari tax amnesty lima tahun lalu akan digunakan untuk mengejar setoran pajak ke depan. Pemerintah mematok penerimaan perpajakan 2022 sekitar Rp 1.499,3 triliun hingga Rp 1.528,7 triliun. Angka ini setara 8,37%-8,42% dari produk domestik bruto (PDB).

Mengacu pelaksanaan AEoI sejak 2018, tahun 2022 bertepatan dengan masa daluarsa pajak untuk tahun pajak 2018. “Kami menerima dan menggunakan data tax amnesty (tahun 2016),” kata Sri Mulyani saat rapat kerja di Komisi XI DPR RI, Selasa (8/6).

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai pemerintah belum mengoptimalkan data AEoI untuk memetakan potensi pajak. Organization for Economic Coorporation and Development (OECD), tidak semua yurisdiksi mematuhi AEoI.

“Tidak semua data yang kita dapatkan di AEoI sempurna, ada beberapa informasi yang tidak bisa didapatkan. Inilah menjadi hambatan memanfaatkan data AEoI,” katanya.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menyebut, banyak dari data AEoI yang belum sinkron dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Karena itu, perlu extra effort dari Ditjen Pajak untuk mengambil benang merah data AEoI sehingga bisa digunakan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak orang pribadi. Prianto menilai extra effort itu juga membutuhkan waktu panjang, sehingga program pengampunan pajak sebagaimana perubahan UU KUP dinilai bisa menjadi jalan pintas pemerintah.

Sumber : Harian Kontan, Jumat 11 Juni 2021 Halaman 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only