Pendapatan Pajak Ditarget Rp 1.528 T, Sri Mulyani Tindaklanjuti Data Tax Amnesty

Panitia Kerja (Panja) Penerimaan dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyetujui target penerimaan perpajakan di tahun depan mencapai Rp 1.499,3-1.528,7 triliun. Target ini mencapai 8,37-8,42 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) 2022.

Adapun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ditargetkan sebesar 1,80-2,00 persen dari PDB tahun depan atau senilai Rp 322,4-363,1 triliun; dan Hibah ditargetkan sebesar 0,01-0,02 persen dari PDB atau senilai Rp 1,8-3,6 triliun.

Secara keseluruhan, pendapatan negara tahun 2022 ditargetkan sebesar 10,18-10,44 persen terhadap PDB atau senilai Rp 1.823,5-1.895,4 triliun.

Ketua Panja Penerimaan Komisi XI DPR RI, Fathan Subchi, mengatakan bahwa pihaknya meminta pemerintah untuk mengantisipasi berbagai faktor risiko dan ketidakpastian. Sehingga, pencapaian target pendapatan negara untuk tahun ini maupun 2022 dapat tercapai.

Tak hanya itu, Panja Penerimaan juga meminta pemerintah untuk menindaklanjuti data pengampunan pajak atau tax amnesty yang dilakukan pada 2016-2017 lalu. Selanjutnya, pemerintah juga diminta melanjutkan pengenaan pajak pada perusahaan digital.

“Panja Penerimaan meminta pemerintah agar memaksimal data Tax Amnesty tahun 2016 dan Informasi keuangan untuk meningkatkan penerimaan pajak,” ujar Fathan saat saat rapat pengambilan keputusan mengenai asumsi dasar kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal 2022, Selasa (8/6).

Selain itu, pemerintah juga diminta agar merumuskan objek cukai baru yang bisa dikenakan cukai dengan tetap memperhatikan undang-undang cukai yang sudah ada.

Merespons hal tersebut, Sri Mulyani mengatakan bahwa pihaknya berkomitmen untuk memulihkan ekonomi dalam situasi yang sangat dinamis. Ia juga berkomitmen bahwa pemerintah akan mendorong penerimaan negara melalui potensi basis pajak dan mengejar penerimaan lain, termasuk dari cukai.

“Kita mungkin bersama-sama memberikan komunikasi rekomendasi Komisi XI yang akan dilakukan, baik follow up tax amnesty, potensi pajak atau penerimaan lain, termasuk dari cukai,” tambahnya.

Adapun tindaklanjut data tax amnesty 2016-2017 masuk dalam skema tax amnesty jilid II. Berdasarkan draf RUU KUP yang diterima kumparan, pengampunan pajak jilid II diusulkan dua program.

Program pertama, pengampunan wajib pajak peserta tax amnesty jilid I pada 2016-2017 lalu. Dalam program ini, wajib pajak dapat kembali mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan sepanjang Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak belum menemukan data dan/atau informasi mengenai harta dimaksud.

Selanjutnya, harta yang diperoleh para alumni tax amnesty tersebut terhitung sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan tanggal 31 Desember 2015. Nantinya, dalam program tax amnesty jilid II, penghasilan wajib pajak terkait dikenai Pajak Penghasilan (PPh) final dan tarif akan lebih rendah jika wajib pajak menginvestasikan dananya ke dalam Surat berharga negara (SBN).

“Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat 6 ditetapkan sebesar 15 persen atau 12,5 persen bagi wajib pajak yang menyatakan menginvestasikan harta bersih ke dalam surat berharga negara,” dikutip dari draft RUU KUP Pasal 37B ayat 7.

Untuk program kedua, ini merupakan pengampunan pajak atas harta yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan tanggal 31 Desember 2019. Syaratnya, harta masih dimiliki pada tanggal 31 Desember 2019, tapi belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi tahun pajak 2019.

Nantinya, wajib pajak orang pribadi tersebut juga harus memenuhi tiga ketentuan. Yaitu, tidak sedang dilakukan pemeriksaan untuk tahun pajak 2016 hingga 2019.

Selain itu, wajib pajak juga tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, untuk tahun pajak 2016 sampai dengan 2019. Terakhir, wajib pajak tidak sedang dilakukan penyidikan atas tindak pidana di bidang perpajakan.

Sumber: Kumparan.com, Rabu 9 Juni 2021

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only