Begini cara Sri Mulyani incar pajak orang super kaya

JAKARTA. Pemerintah berharap setoran pajak di tahun-tahun mendatang bisa meningkat. Salah satu caranya yakni mengincar pajak atas harta kekayaan orang kaya raya.

Ada dua kebijakan yang saat ini tengah pemerintah siapkan. Pertama, menggelar kembali tax amnesty jilid II. Rencananya program ini terdiri dari dua skema.

Pemerintah akan memberikan pengampunan pajak kepada Wajib Pajak (WP) peserta tax amnesty 2016-2017 berupa mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan sepanjang Direktur Jenderal Pajak (DJP) belum menemukan data dan/atau informasi mengenai harta dimaksud.

Harta yang diperoleh para alumni tax amnesty tersebut terhitung  sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan tanggal 31 Desember 2015. Tarif yang berlaku yakni pajak penghasilan (PPh) final sebesar 15%.

Namun apabila harta kekayaan itu kedapatan diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) maka tarif PPh final yang dipatok lebih rendah yakni 12,5%.

Kemudian, ada pula program pengampunan pajak atas harta yang peroleh sejak tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan tanggal 31 Desember 2019.

Syarat bagi orang kaya baru tersebut yakni, berasal dari kekayaan yang masih dimiliki pada tanggal 31 Desember 2019, tapi belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh OP tahun pajak 2019.

Untuk WP atas pengungkapan kekayaan 2016-2019 tersebut dikenai PPh Final sebesar 30% dan 20% jika diinvestasikan dalam instrumen SBN. Nah, kedua skema tax amnesty jilid kedua tersebut akan dibebaskan dari denda administrasi.

Kedua, yakni menambah satu lapisan tarif PPh orang pribadi (OP) dari yang saat ini ada sebanyak empat menjadi lima. Pemerintah akan mengatur bagi penghasilan lebih dari Rp 5 miliar per tahun akan dikenakan PPh OP sebesar 35%.

Setali tiga uang, dua reformasi kebijakan pajak tersebut diyakini dapat menambah pundi-pundi penerimaan, mengingat pada 2022-2023 ruang defisit APBN harus semakin mengecil hingga di bawah 3% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan tax amnesty jilid kedua diharapkan mampu meningkatan kepatuhan si tajir.

Sebab, berkaca pada penyelenggaraan tax amnesty 2016-2017, rasio kepatuhan wajib SPT masing-masing meningkat 61% dan 73% dari total WP terdaftar. Angka tersebut melonjak dibandingkan lima tahun sebelumnya yakni 2012 yang hanya 52%.

Hasil dari tax amnesty kala itu mencatat, jumlah deklarasi harta kekayaan mencapai Rp 4.884 triliun, dengan uang tebusan sebanyak Rp 114,54 triliun serta repatriasi harta senilai Rp 146,7 triliun. Deklarasi angka tersebut setara dengan 39,3% dari PDB Indonesia kala itu.

“Ini adalah total tebusan terbesar di antara berbagai negara yang pernah melakukan tax amnesty. Tax amnesty mendorong kepatuhan WP. Jadi supaya meningkatkan jumlah WP dan memberikan tambahan penerimaan,” kata Menkeu Sri Mulyani saat Rapat Kerja bersama dengan Komisi XI DPR RI, Senin (28/6).

Kendati demikian, Menkeu mengatakan dalam lima tahun terakhir kepatuhan orang kaya di Indonesia masih rendah yakni hanya 1,42% dari total wajib pajak terdaftar yang membayar PPh OP dengan tarif tertinggi saat ini yakni 30%. Namun kontribusinya terhadap total penerimaan PPh OP mendominasi, sehingga pemerintah menilai perlu terus digali.

“Pemajakan orang kaya memang tidak mudah dan tidak optimal karena pengaturan terkait fringe benefit yakni sebagian fasilitas yang dinikmati namun tidak menjadi objek pajak,” ujar Menkeu.

Sebab, Sri Mulyani menjelaskan lebih dari 50% tax expenditure PPh OP justru dimanfaatkan oleh orang tajir, yaitu mereka yang berpenghasilan lebih dari Rp 500 juta pertahun.

Bahkan selama 2016-2019 rata-rata belanja perpajakan PPh orang pribadi atas penghasilan dalam bentuk natura itu mencapai Rp 5,1 triliun. Dus, meningkatkan tarif dinilai merupakan cara jitu agar pajak bisa adil.

Adapun strategi pemerintah untuk menggenjot pajak orang super kaya tersebut tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Anggota Komisi XI DPR RI Mukhammad Misbakhun mengatakan dalam pembahasan RUU KUP bersama dengan pemerintah harus dilakukan secara hati-hati dan cermat.

Karenanya, reformasi perpajakan tersebut menyangkut hajat hidup orang banyak, sehingga jangan sampai mendistorsi ekonomi dan dunia usaha.

Sumber: nasional.kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only