Dengan AMT, DJP Sebut 2 Tujuan Ini Bisa Tercapai Sekaligus

Usulan penerapan alternative minimum tax (AMT) dalam RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) menjadi salah satu kebijakan untuk mengurangi aggressive tax planning. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (27/8/2021).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor menjelaskan dengan AMT, setiap perusahaan setidaknya membayar suatu pajak minimum kepada negara. Hal tersebut diharapkan mampu mengurangi praktik penghindaran pajak.

“Sehingga tujuan mengurangi penghindaran pajak dan optimalisasi penerimaan negara dapat tercapai sekaligus dengan skema AMT ini,” ujar Neilmaldrin.

Dalam RUU KUP, pemerintah mengusulkan penerapan AMT dengan tarif 1% dari penghasilan bruto. AMT menyasar wajib pajak badan yang memiliki PPh terutang tidak melebihi 1% dari penghasilan bruto. Namun, akan ada wajib pajak badan dengan kriteria tertentu yang dikecualikan dari AMT.

Selain mengenai AMT, ada pula bahasan terkait dengan keputusan kebijakan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok pada 2022. Kemudian, ada pula bahasan terkait dengan realisasi pemberian insentif pajak.

Perlu Didukung Penerapan MDR

Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan rencana implementasi AMT dan general anti-avoidance rule (GAAR) dalam RUU KUP perlu didukung dengan penerapan mandatory disclosure rule (MDR). Dengan MDR, wajib pajak harus melaporkan skema perencanaan pajak mereka.

Dengan demikian, DJP bisa menilai bisa diterima atau tidaknya skema tax planning wajib pajak. DJP akan memiliki modal informasi untuk menerapkan ketentuan-ketentuan baru yang menutup ruang tax planning yang agresif dari wajib pajak.

DIM RUU KUP

Pembahasan RUU KUP terus berjalan. Sejak awal pekan ini, DPR terus mengundang banyak pihak untuk meminta masukan terkait dengan berbagai kebijakan baru usulan pemerintah.

Wakil Ketua Komisi XI DPR Fathan Subchi menyatakan komisi memiliki waktu kurang dari satu bulan untuk menyampaikan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU KUP. Batas akhir penyampaian DIM RUU KUP dari seluruh fraksi jatuh pada Senin, 6 September 2021.

Kebijakan Tarif Cukai Rokok

Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai DJBC Nirwala Dwi Heryanto mengatakan arah kebijakan mengenai tarif cukai rokok tergantung pada target penerimaan yang disepakati antara pemerintah dan DPR. Penetapan tarif cukai rokok idealnya tidak terlalu lama setelah RUU APBN 2022 disepakati.

“Kami harap Oktober sudah mulai [diputuskan] karena kalau Oktober itu perusahaan lebih mudah melakukan forecasting 2022 dan kami dalam menyiapkan pita cukai akan lebih tertata rapi,” katanya.

Nirwala mengatakan pemerintah memiliki banyak pertimbangan dalam menetapkan tarif cukai rokok, antara mempertahankan, menaikkan, atau menurunkannya. Pertimbangan tersebut meliputi kondisi pertumbuhan ekonomi, inflasi, serta variabel pengendalian konsumsi rokok.

Barang Kena Cukai Ilegal

Dirjen Bea dan Cukai Askolani menargetkan peredaran rokok ilegal dapat kembali ditekan hingga di bawah 3%, setelah sempat melonjak hingga 4,9% pada 2020. Saat ini, DJBC juga telah memulai operasi Gempur Rokok Ilegal untuk mengoptimalkan penindakan pada 16 Agustus lalu.

“Operasi gempur ini tentunya utamanya untuk memberantas barang kena cukai ilegal yang masih tendensinya cukup luas dan masif terjadi di Indonesia,” katanya. (DDTCNews/Kontan)

Pemanfaatan PPN DTP Rumah

Kementerian Keuangan mencatat hingga pertengahan Agustus 2021, sebanyak 7.069 rumah terjual dengan memanfaatkan insentif pajak pertambahan nilai (PPN) ditanggung pemerintah (DTP).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penjualan rumah dengan insentif PPN DTP tersebut dilakukan 574 pengembang sebagai pengusaha kena pajak (PKP). Dari penjualan rumah tersebut, nilai insentif yang dimanfaatkan mencapai Rp304,6 miliar. (DDTCNews)

Kebijakan dan Administrasi Pajak

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan kondisi yang terjadi pada banyak negara, pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan pendapatan per kapita selalu diikuti dengan kenaikan tax ratio. Kondisi inilah yang tidak terjadi di Indonesia.

“Inilah bagian dari reform yang harus kita kerjakan. Dari sisi kebijakan dan administrasi, dua-duanya ini masih ada gap,” ujarnya.

Penambahan Jenis PNBP

Kementerian Keuangan menambah 3 jenis penerimaan negara bukan pajak (PNBP) baru seiring dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 112/2021.

Ketiga jenis PNBP tersebut antara lain penjualan buku pada bidang keuangan negara, pendaftaran International Forum of Independent Audit Regulatory Inspection Workshop (IFIAR IW), dan penyediaan ruang promosi pada digital platform di lingkungan Kemenkeu.

Sumber: news.ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only