Fasilitas Keringanan Pajak Usaha Paling Diminati

Realisasi insentif pajak di PEN hina 20 Agustus 2021 mencapai 82,7% dari pagu anggaran

JAKARTA. Realisasi insentif bagi usaha paling tinggi dibandingkan dengan program lain di Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Ribuan wajib pajak (WP) telah memanfaatkan insentif tersebut.

Kementerian Keuangan (Kemkeu) mencatat, realisasi program PEN hingga 20 Agustus 2021 sudah mencapai Rp 326,74 triliun, setara dengan 43,9% dari pagu Rp 744,77 triliun. Dari jumlah tersebut, penyerapan insentif pajak mencapai Rp 51,97 triliun, setara dengan 82,7% terhadap pagu Rp 62,83 triliun.

Pencapaian itu lebih tinggi dibandingkan anggaran kesehatan (35,9%), perlindungan sosial (53,2%), dukungan usaha mikro, kecil dan menengah alias UMKM (29,6%), dan program prioritas (42,6%).

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara sebelumnya menyebut, kalangan dunia paling banyak memanfaatkan insentif usaha berupa relaksasi perpajakan. Insentif ini masih dilanjutkan sampai dengan akhir tahun.

Secara terperinci, anggaran tersebut terserap untuk delapan insentif pajak. Di antaranya, pertama, pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) bagi 76.025 pemberi kerja. Kedua, PPh Final UMKM DTP untuk 125.198 penerima.

Ketiga, pembebasan PPh 22 Impor untuk 9.305 WP. Keempat, pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 50% untuk 56.858 WP. Kelima, pengembalian pendahuluan atau restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) bagi 1.995 WP.

“Pengembalian pendahuluan PPN didapatkan oleh hampir 2.000 wajib pajak terutama wajib pajak manufaktur agar terus bisa berproduksi sehingga mendapatkan pendahuluan PPN,” tambah Suahasil.

Dengan realisasi tersebut, artinya alokasi anggaran PEN untuk program insentif pajak, tersisa Rp 10,86 triliun. Sementara itu, sebagian besar insentif usaha tersebut, masih berlaku hingga akhir 2021.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal menjelaskan, meski pagu insentif pajak dalam PEN makin tipis, anggarannya hingga saat ini diyakini masih memadai. Sehingga Kemkeu merasa belum perlu untuk menambah anggaran.

“Untuk setiap pos insentif tentunya akan bervariasi pencapaiannya. Kami akan terus mengevaluasi perkembangannya dari waktu ke waktu,” kata Yon saat dihubungi KONTAN, Minggu (5/9).

Perketat penerima

Sebagai informasi, pada pertengahan Juli 2021, Kemkeu merilis Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 82/PMK.03/2021 tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Virus Corona (Covid-19). Beleid ini merevisi PMK PMK Nomor 9/PMK.03/2021.

Beleid itu menjadi payung hukum perpanjangan sejumlah insentif perpajakan seperti PPh Pasal 21 DTP, PPh Final UMKM DTP, PPh 22 Impor, dan percepatan pendahuluan PPN, diskon PPh Pasal 25 dari masa pajak Agustus-Desember 2021.

Meskipun demikian, lewat PMK tersebut, Kemkeu memperketat penerima insentif. Di antaranya, pembebasan PPh Pasal 22 Impor hanya diberikan kepada 132 bidang usaha tertentu, dari sebelumnya 730 bidang usaha.

Kemudian, diskon PPh Pasal 25 hanya untuk WP yang bergerak di salah satu dari 216 bidang usaha tertentu. Sebelumnya 1.018 bidang usaha mendapat pengurangan angsuran PPh pasal 25.

Bahkan untuk, perusahaan yang mendapatkan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) dan perusahaan di kawasan berikat tidak lagi mendapat fasilitas pembebasan PPh 22 Impor maupun potongan PPh Pasal 25.

Sementara, untuk restitusi PPN dipercepat hanya diberikan pada Pengusaha Kena Pajak (PKP) berisiko rendah yang bergerak di salah satu dari 132 bidang usaha tertentu. Sebelumnya ada sebanyak 725 bidang usaha penerima insentif. Ada juga diskon PPnBM Mobil untuk masa pajak September-Desember pun turun dari 50% menjadi 25%.

“Sehingga tambahan realisasi bulanan insentif pajak dalam PEN secara nominal akan menurun,” ucap Yon.

Sumber: Harian Kontan Senin 06 September 2021 hal 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only