Pajak Turun, Pasa Obligasi Makin Ramai

JAKARTA. Pasar obligasi berpotensi makin atraktif. Pemicunya adalah aksi pemerintah yang resmi menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) atas bunga obligasi yang diperoleh investor lokal menjadi 10%, dari sebelumnya 15%.

Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 91 Tahun 2021 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Bunga Obligasi yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap. Beleid ini berlaku per tanggal 30 Agustus 2021.

Edbert Suryajaya, Senior Investment Analyst Infovesta Utama mengatakan, bagi investor yang selama ini hanya memiliki pilihan instrumen investasi deposito, kini obligasi bisa menjadi incaran baru. Jika dibandingkan deposito yang mengenakan pajak 20% maka membeli obligasi dengan pajak 10% dan imbal hasil lebih besar tentu akan lebih menarik investor.

Sementara, Edbert melihat penurunan pajak obligasi ini juga bisa meringankan beban perusahaan yang ingin menawarkan obligasi. Tentunya, tawaran kupon dari penerbit bisa sedikit lebih rendah dari biasanya tetapi di satu sisi investor tetap bisa mendapat imbal hasil yang lumayan setelah pajak turun.

Edbert mengatakan dengan turunnya pajak obligasi, pasar obligasi berpotensi jadi lebih likuid karena minat investor tumbuh. “Banyak peminat, investor juga akan diuntungkan dengan pasar yang bergairah,” kata Edbert.

Head of Fixed Income Sucorinvest Asset Management Dimas Yusuf mengatakan peraturan tersebut akan berdampak positif dan membuat yield secara keseluruhan turun. “Efek penurunan pajak obligasi ini ke pasar sekunder, bukan hanya di pasar primer. Sebabnya, pajak pembelian obligasi dalam produk reksadana tetap di 10%,” kata dia.

Pemerintah berharap reformasi struktural di industri keuangan dapat terlaksana dengan. Tentunya, lewat PP ini pemerintah juga mendorong investasi obligasi semakin meningkat. “Sebelumnya, pemerintah juga sudah memberi keringanan tarif pajak bagi investor asing,” terang Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu dalam siaran persnya, Jumat (3/9).

Pemerintah telah terlebih dahulu menurunkan tarif PPh Pasal 26 atas penghasilan bunga obligasi yang diterima Wajib Pajak Luar Negeri atau WPLN selain Bentuk Usaha Tetap (BUT) dari 20% menjadi 10% atau sesuai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang mulai berlaku Agustus 2021. Ini artinya PPh investor domestik sama dengan investor asing. “Penurunan tarif ini merefleksikan upaya Pemerintah dalam menciptakan kesetaraan (level playing field) dan keadilan bagi seluruh investor obligasi,” kata Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Luky Alfirman.

Saat ini, kapitalisasi pasar obligasi, swasta dan pemerintah, terhadap PDB Indonesia mencapai 30,6% atau masih lebih rendah ketimbang negara Asia Tenggara lainnya. Semisal Malaysia (122,7%), Singapura (79,9%), Thailand (69,6%), dan Filipina (49,4%). “Pemerintah berharap investor memanfaatkan keringanan pajak ini untuk berinvestasi dalam instrumen obligasi baik SBN maupun korporasi,” imbuh Febrio.

Per 31 Agustus 2021, komposisi investor domestik ritel (individu) pada pasar SBN hanya 4,5%. Sementara porsi bank mencapai 33,4%, asuransi dan dana pensiun 14,5%, serta asing sebanyak 22,4%.

Tujuan lain dari kebijakan pemerintah ini adalah meningkatkan peran investor domestik baik institusi dan individu dalam menyediakan sumber pembiayaan. Sehingga ke depan ketergantungan korporasi pada pendanaan dari luar negeri, menurun.

Sumber: Harian Kontan Sabtu 04 September 2021 hal 4

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only