Kewenangan Pencabutan Tax Allowance di Tangan Dirjen Pajak

Kendari pemberian tax allowance telah didelegasikan kepada kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), kewenangan pencabutan fasilitas tersebut dipegang dirjen pajak.

Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 17 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 96/PMK.010/2020. Beleid ini telah diundangkan pada 27 Juli 2020 dan berlaku 15 hari setelahnya atau pada pekan ini.

“Pencabutan keputusan … dilimpahkan kewenangannya kepada dirjen pajak untuk dan atas nama menteri keuangan,” demikian bunyi pasal tersebut, seperti dikutip pada Senin (10/8/2020).

Penyebab dicabutnya keputasan pemberian tax allowance masih sesuai dengan ketentuan dalam PMK No.11/PMK.010/2020. Wajib pajak yang mendapatkan fasilitas tax allowance bisa dicabut keputusan pemberian fasilitasnya bila melanggar ketentuan dari Pasal 2, Pasal 6 ayat (4), dan/atau Pasal 16.

Selain dicabut keputusan persetujuan pemberian fasilitasnya, wajib pajak yang melanggar ketiga pasal tersebut juga bakal dikenai pajak dan sanksi sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Wajib pajak tersebut juga tidak bakal diberi fasilitas tax allowance lagi.

Sebagai informasi, Pasal 2 dari PMK terkait dengan tax allowance mengatur mengenai bidang usaha tertentu dan bidang usaha di daerah tertentu yang berhak mendapatkan fasilitas pajak penghasilan (PPh) tersebut.

Sesuai dengan Pasal 6 ayat (4), pengajuan permohonan fasilitas tax allowance dari wajib pajak dilakukan melalui online single submission (OSS). Pengajuan harus dilakukan sebelum kegiatan usaha yang mendapatkan fasilitas tax allowance mulai berproduksi secara komersial.

Pada Pasal 16, diatur ketentuan mengenai pelarangan penggunaan aktiva tetap berwujud untuk digunakan selain untuk tujuan pemberian fasilitas ataupun dialihkan, kecuali bila diganti dengan aktiva tetap berwujud baru.

Untuk diketahui, fasilitas pajak yang diberikan melalui tax allowance adalah pengurangan penghasilan neto sebesar 30% dari jumlah penanaman modal berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah selama 6 tahun.

Ada pula fasilitas penyusutan atau amoritasi dipercepat, tarif PPh sebesar 10% atau lebih rendah atau lebih rendah dari P3B atas dividen yang dibayarkan kepada wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT), dan kompensasi kerugian antara lebih dari 5 tahun hingga kurang dari 10 tahun.

Sumber : ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only