Tanpa Insentif PPnBM, Harga Mobil Tetap Wah

Pemerintah fokus memberikan stimulus untuk seluruh pelaku usaha berdampak korona

JAKARTA. Harapan industri otomotif untuk mendongkrak penjualan kendaraan bermotor di tengah pandemi Covid-19 dengan meminta pemerintah untuk membebaskan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) kandas.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menolak permintaan ini. Menkeu memilih untuk tetap memberikan insentif perpajakan secara umum kepada dunia usaha.

“Kami tidak mempertimbangkan untuk memberikan keringanan pajak mobil baru seperti yang disampaikan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan industri otomotif,” kata Sri Mulyani saat memaparkan Realisasi APBN 2020 September, Senin (19/10).

Peryataan ini sekaligus mempertegas keinginan industri otomotif yang berharap pembebasan PPnBM agar harga mobil di Indonesia semakin murah. Apalagi, selama ini harga mobil di Indonesia terbilang mahal di dunia karena banyak ragam pajak, salah satunya PPnBM.

Menkeu menegaskan, dalam situasi pandemi seperti sekarang ini, pemerintah lebih memilih untuk memberikan stimulus fiskal yng bisa dinikmati oleh seluruh pelaku dunia usaha yang terdampak.

“Sehingga kami tidak memberikan insentif di satu sisi, tapi malah memberatkan ekonomi,” kata Sri Mulyani.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita meminta Kemenkeu untuk membebaskan pajak atas mobil baru agar penjualan mobil meningkat. Usulan ini sekaligus untuk membantu industri otomotif mengalami pertumbuhan tumbuh negatif akibat pandemi Covid-19. “Kami sudah mengusulkan kepada Menteri Keuangan untuk relaksasi pajak mobil baru 0% sampai dengan bulan Desember 2020,” kata Agus.

Penghapusan PPnBM mobil dinilai tidak memberikan efek pengganda.

Menurut Agus, jika PPnBM dibebaskan hingga akhir tahun ini, akan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk membeli mobil baru karena harga menjadi murah. Kemperin sebelumnya menyebut peran industri otomotif terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia 2019 mencapai 3,98% dari PDB.

Tahun ini Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikindo) memperkirakan penjualan mobil cuma 600.000 unit. Tapi hingga September, penjualannya baru realisasi 372.046 unit atau 62%.

Pengamat Pajak Dannya Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji mengapresiasi sikap tegas Menkeu Sri Mulyani. Keputusan Menkeu tersebut sudah tepat. Ia menilai kurang tepat untuk menyetujui permintaan ini saat krisis. Apalagi, saat ini optimisme publik terhadap situasi ekonomi di masa mendatang masih belum terlalu baik.

Selama optimisme masih rendah, agaknya masyarakat kelas menengah ke atas yang notabene memiliki kemampuan untuk membeli mobil baru akan cenderung masih lebih mengutamakan saving dan bukan untuk konsumsi terlebih untuk beli mobil.

“Pertimbangan pemberian insentif bagi sektoral tentu juga harus mempertimbangkan faktor keadilan. Karena tidak hanya sektor otomotif saja yang berdampak serta faktor dampak penggandanya bagi ekonomi secara umum,” kata Bawono, Senin (19/20).

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjaja Kamdani mengatakan ada baiknya pemerintah memberikan insentif pajak sesuai dengan kebutuhan pajak sektor usaha. Tak terkecuali bagi industri otomotif.

Di sisi lain, Shinta menambahkan insentif pajak ke depan, otoritas fiskal perlu melakukan pemetaan barang atau jasa tertentu yang sering dan paling banyak dimanfaatkan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari. Kemudian memberikannya relaksasi pajak.

“Katakanlah barang yang ada di supermarket, yang bisa diberikan pajak pertambahan nilai 0% yang bersifat temporary incentive,” kata Shinta waktu lalu. Dus, hal ini dapat meningkatkan profitabilitas dunia usaha karena adanya perbaikan daya beli.

Sumber: Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only