World Bank Sarankan Lagi Perubahan Skema PPh Orang Pribadi

JAKARTA, DDTCNews – Selain mendorong perbaikan ketentuan pengenaan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi, World Bank juga merekomendasikan pengawasan terhadap wajib pajak kaya. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (18/6/2021).

Dalam laporan terbaru berjudul Indonesia Economic Prospects (IEP) edisi Juni 2021, World Bank menyarankan agar tarif PPh tertinggi yang berlaku saat ini bisa dikenakan untuk lapisan penghasilan kena pajak yang lebih rendah.

Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh mengatur tarif PPh tertinggi sebesar 30% dikenakan untuk lapisan penghasilan kena pajak di atas Rp500 juta. World Bank mengusulkan tarif sebesar 30% tersebut juga dikenakan atas lapisan penghasilan kena pajak yang lebih rendah dari Rp500 juta.

“Mengubah agar tarif tertinggi juga berlaku atas lapisan penghasilan yang lebih rendah, tingkatkan tarif pada lapisan penghasilan tertinggi, dan tingkatkan pengawasan terhadap orang-orang terkaya,” tulis World Bank dalam laporan tersebut.

World Bank juga merekomendasikan pengenaan PPh orang pribadi dengan tarif yang lebih tinggi dari 30%. Adapun pemerintah berencana mengenakan tarif sebesar 35% untuk penghasilan kena pajak di atas Rp5 miliar.

Selain mengenai rekomendasi World Bank mengenai perubahan skema PPh orang pribadi, ada pula bahasan terkait dengan masih belum mandirinya fiskal pemerintah daerah. Tergantungnya fiskal daerah pada dana transfer membuat efek pandemi juga dirasakan pemda.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Pengawasan Orang Kaya

World Bank juga mengusulkan Pemerintah Indonesia untuk membuat unit khusus yang mengawasi orang kaya atau ultra high wealth individual. Langkah ini diperlukan untuk menjamin sistem PPh orang pribadi yang lebih progresif.

Pemerintah Indonesia juga diimbau untuk lebih intensif dalam menjangkau wajib pajak pemberi kerja dalam memotong dan membayar pajak. Menurut World Bank, hal itu diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)

  • Kemandirian Fiskal

Anggota V Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Bahrullah Akbar mengatakan tekanan pada pendapatan asli daerah (PAD) sangat besar terutama, di daerah yang perekonomiannya disokong sektor jasa dan pariwisata. Selain itu, akibat refocusing APBN, dana transfer yang diberikan ke daerah juga berkurang.

Kondisi ini mencerminkan terbatasnya kapasitas pemda dalam beradaptasi dan mengelola keuangan daerahnya sendiri. Genap 20 tahun otonomi daerah dan desentralisasi fiskal dilaksanakan, masih banyak pemda yang belum mandiri. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)

  • Penurunan Batasan PKP

World Bank kembali mendorong Indonesia untuk menurunkan threshold pengusaha kena pajak (PKP) yang saat ini ditetapkan senilai Rp4,8 miliar.

Merujuk pada laporan berjudul Indonesia Economic Prospects (IEP) edisi Juni 2021, World Bank memandang rezim PPN di Indonesia memiliki eligibility threshold yang tinggi serta mengandung banyak pengecualian.

“Hal ini mengindikasikan tax multiplier di Indonesia masih rendah dan menunjukkan reformasi dari sisi penerimaan dan belanja akan berdampak positif terhadap perekonomian dibandingkan dengan sekadar memangkas belanja,” tulis World Bank. Simak ‘Lagi, World Bank Sarankan Indonesia Turunkan Threshold PKP’. (DDTCNews)

  • Suku Bunga Acuan BI

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 16-17 Juni 2021 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan keputusan itu diambil dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi global dan domestik. Selain itu, keputusan tersebut sejalan dengan upaya untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan tingkat inflasi.

“Ini konsisten dengan perkiraan inflasi yang rendah dan upaya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan mempercepat upaya pemulihan ekonomi,” katanya. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

  • Pengesahan P3B Indonesia-Uni Emirat Arab

Dengan diterbitkannya Perpres 34/2021, Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi mengesahkan P3B antara Indonesia dan Uni Emirat Arab. P3B tersebut sesungguhnya telah ditandatangani sejak 24 Juli 2019 di Bogor. Dengan ratifikasi ini, P3B sebelumnya yang disetujui pada 1995 resmi diperbarui.

Ratifikasi P3B Indonesia- Uni Emirat Arab ini untuk meningkatkan hubungan bilateral kedua negara, khususnya dalam kerja sama ekonomi, sekaligus menyesuaikan P3B dengan perkembangan standar pajak internasional. (DDTCNews/Kontan)

  • Aplikasi DJP

Beberapa aplikasi Ditjen Pajak (DJP) mengalami gangguan sehingga tidak dapat melayani wajib pajak. Dalam pengumuman yang disampaikan melalui akun Twitter @DitjenPajakRI, DJP mengatakan ada kendala validasi data kependudukan. Kondisi ini membuat beberapa aplikasi mengalami gangguan sehingga tidak dapat digunakan wajib pajak.

“Sehubungan dengan adanya kendala validasi data kependudukan, dengan ini disampaikan bahwa beberapa sistem informasi … tidak dapat memberikan layanan,” demikian penggalan isi Pengumuman Gangguan. Simak ‘Aplikasi DJP Ini Tidak Bisa Digunakan Sementara Waktu’. (DDTCNews)

  • UU Cipta Kerja

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut implementasi UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja akan membantu Indonesia mewujudkan cita-cita menjadi 5 besar negara dengan ekonomi terbesar dunia pada 2045.

Airlangga mengatakan UU Cipta Kerja akan menarik banyak investasi dan menciptakan lebih banyak lapangan kerja bagi masyarakat. Dalam jangka panjang, dia meyakini UU tersebut akan meningkatkan kesejahteraan rakyat. (DDTCNews)

Sumber: DDTC News, Jumat 18 Juni 2021

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only