Pemerintah tarik pajak dari perusahaan yang merugi, ini kata pengamat

Menteri Keuangan Sri Mulyani akan menarik pajak korporasi atau wajib pajak (WP) badan yang merugi dengan skema alternative minimum tax (AMT). 

Dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang no. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, rencananya tarif akan diberlakukan pemerintah sebesar 1% dari peredaran usaha. 

Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam menilai, rencana penerapan AMT dalam sistem pajak Indonesia bisa memberikan dampak positif terhadap penerimaan negara, terutama terkait disiplin pembayaran pajak. 

“Ini akan berdampak positif bagi upaya melawan penghindaran pajak, khususnya melalui skema rugi fiskal secara terus menerus,” ujar Darussalam kepada Kontan.co.id, Selasa (13/7). 

Darussalam menegaskan, penerapan AMT ini tidak bermaksud untuk mencegah skema penghindaran pajak tertentu. Justru, ini akan berperan sebagai safeguard yang akan menjamin kontribusi pembayaran pajak, setidaknya dalam jumlah minimal tertentu dari setiap Wajib Pajak (WP) Badan. 

Kemudian, pemerintah memperkirakan, rencana penarikan pajak terhadap perusahaan yang merugi bisa mendulang penerimaan pajak sebesar Rp 8,3 triliun.  

Nah, untuk menghitung nilai potensi penerimaan pajak dari penerapan AMT, pemerintah menggunakan data jumlah penghasilan bruto dari WP yang mengalami kerugian selama lima tahun berturut-turut. Kemudian, dikalikan dengan tarif efektif AMT yang sebesar 1% tadi. 

Perhitungan ini didapat dengan menilik data internal Kementerian Keuangan, yang menunjukkan setidaknya terdapat 9.496 WP yang mengalami kerugian fiskal 5 tahun berturut-turut dengan jumlah penghasilan bruto pada tahun 2019 sekitar Rp 830 triliun.

Sementara dari DDTC sendiri, Darussalam mengaku hingga kini masih belum memiliki estimasi penerimaan dari AMT tersebut. Namun, mengutip dari studi yang dilakukan oleh Aslam dan COelho pada tahun 2021 atas penerapan AMT di 50 negara, terlihat bahwa kenaikan tarif pajak efektif sebesar 1,6% dari WP Badan. 

“Artinya, AMT berhasil mengurangi pola underpayment of tax yang biasanya timbul akibat penghindaran pajak,” jelas Darussalam. 

Akan tetapi, Darussalam kemudian mengingatkan bahwa pemerintah perlu mengantisipasi bahwa skema pajak minimum ini bisa menciptakan skema tax planning baru, yaitu skema perencanaan pajak yang kemudian didesain agar beban pajak perusahaan menghasilkan beban sebesar 1% dari penghasilan bruto. 

Untuk itu, ia mengimbau penerapan AMT harus dijalankan ketika segala macam ketentuan anti penghindaran pajak sudah dijalankan, seperti specific anti avoidance rule (SAAR) maupun general anti-avoidance rule (GAAR).

Dalam Naskah Akademik (NA) RUU KUP ini pun juga sudah dijelaskan oleh pemerintah bahwa GAAR berperan dalam menciptakan keadilan horizontal dengan cara memastikan WP yang memiliki kondisi sama menanggung beban pajak yang serupa. Hal ini terlepas dari skema transaksi yang digunakan.

“Barulah ketika lolos dr pengujian melalui SAAR dan GAAR, AMT bisa diterapkan untuk menjamin adanya pembayaran pajak minimum,” tandas Darussalam. 

Sumber: nasional.kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only