Sri Mulyani Bakal Lapor Perkembangan Pajak Ekonomi Digital kepada DPR

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan pemerintah akan terus melaporkan perkembangan pembahasan dua proposal pemajakan ekonomi digital kepada DPR.

Sri Mulyani mengatakan upaya untuk mencapai konsensus global terhadap Pilar 1 dan Pilar 2 akan terus dibarengi dengan penyesuaian di tingkat domestik. Saat ini, pembahasan RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) juga masih terus dilakukan dengan DPR.

“Ini juga dilaporkan dengan DPR mengenai perkembangan yang terjadi secara internasional supaya Indonesia jangan kalah atau tidak siap dalam menghadapi perubahan-perusahan yang sangat dinamis,” katanya dalam konferensi pers APBN Kita, dikutip pada Kamis (22/7/2021).

Sri Mulyani mengatakan tercapainya konsensus atas Pilar 1: Unified Approachakan membuat semua negara memiliki hak pemajakan yang lebih pasti dan adil tanpa melihat kehadiran fisik. Pasalnya, selama ini banyak negara kesulitan memungut pajak dari perusahaan multinasional karena mengharuskan kehadiran fisik yang masuk dalam konsep bentuk usaha tetap (BUT).

Pajak akan dikenakan pada perusahaan multinasional yang memiliki nilai omzet €20 miliar dalam setahun dengan tingkat profitabilitas di atas 10%. Perusahaan tidak termasuk sektor ekstraktif dan jasa kuangan. Sebanyak 20%-30% dari kelebihan laba di atas 10% akan dialokasikan ke yurisdiksi pasar.

Sementara pada Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE), akan diatur penerapan pajak minimum global sebesar 15% untuk perusahaan multinasional. Meski demikian, tetap ada ketentuan carve-out 5% yang menjadi ruang pemberian insentif pajak.

Sri Mulyani mengatakan ketentuan pajak minimum global akan memastikan semua perusahaan multinasional membayar pajak sesuai yang telah disepakati. Ketentuan pajak minimum akan dikenakan pada perusahaan yang memiliki threshold omzet konsolidasi €750 juta.

Sementara itu, lanjut Sri Mulyani, ketentuan pajak minimum global tersebut rencananya akan dikecualikan bagi entitas pemerintah, organisasi internasional, organisasi nirlaba, dana pensiun, maupun investment fund.

Sri Mulyani menambahkan negara-negara yang tergabung dalam Inclusive Framework telah berkomitmen menyelesaikan aspek-aspek teknis dari pendekatan kedua pilar tersebut paling lambat pada Oktober 2021.

“Ini kita harapkan akan ada persetujuan multilateral yang akan dibuka pada 2022 dan akan mulai berlangsung efektif policy-nya tahun 2023. Nah, [pada] 2022, Indonesia yang akan menjadi presidensi G20,” kata Sri Mulyani. 

Sumber: news.ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only