Pajak Korporasi Multinasional Dikaji

JAKARTA. Indonesia belum menentukan sikap atas kesepakatan Forum G20 mengenai pengenaan tarif pajak minimum sebesar 15% bagi perusahan multinasional. Apalagi bagi negara berkembang seperti Indonesia punya opsi memangkas (carve out) 5% dari tarif pajak itu agar menjadi daya tarik tujuan investasi. Artinya, Indonesia mempunyai kesempatan untuk memberikan tarif pajak efektif sebesar 10% kepada perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan pemajakan dan insentif tersebut memberikan rasa keadilan bagi setiap negara untuk mendatangkan investasi. “Bagi negara yang mau memberi insentif perpajakan masih bisa memberikan insentif 5% dibawah 15% dan tidak mungkin 0%,” kata Sri Mulyani, pekan lalu.

Kenyataannya, tidak sedikit negara yang memberikan tarif pajak mini, bahkan sampai 0%. Dampaknya, banyak perusahaan multinasional melakukan penghindaran pajak.

Sri Mulyani menegaskan pihaknya masih merumuskan sikap Indonesia atas pilar 2 dari kesepakatan Forum G20 tersebut. Ia harap putusan yang diambil nantinya bisa membuat Indonesia lebih siap dalam menghadapi perubahan perekonomian dan perpajakan yang dinamis.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menambahkan tarif pajak minimum tersebut menjadi patokan atas seluruh Pajak Penghasilan (PPh) yang dibanderol pemerintah Indonesia kepada perusahaan multinasional. Artinya dengan tarif PPh Badan yang berlaku saat ini sebesar 22%, pemerintah punya ruang untuk memberikan insentif carve-out, sehingga menjadi 17%. Tarif ini sesuai dengan batasan minimum tax 15% sebagaimana diatur dalam kesepakatan di Pilar 2.

Kemudian, seiring dengan penurunan PPh Badan pada 2022 menjadi 20%, maka tarif PPh Badan bagi perusahaan multinasional bisa turun lagi yakni 15%. Tarif ini bisa berjalan efektif pada tahun 2023 sejalan dengan rencana implementasi Pilar 2.

Makanya pemerintah masih mengkaji lebih terkait aturan tersebut. Sebab, secara teknis pun forum G20 masih akan membahasnya pada pertemuan-pertemuan mendatang.

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menyarankan supaya Indonesia memanfaatkan pemangkasan pajak tersebut. Karena ketentuan pajak perusahaan multinasional tersebut bisa berdampak pada daya saing investasi Indonesia.

Jika Indonesia tidak menerapkan insentif itu, maka investor asing atau perusahaan multinasional yang hendak berinvestasi akan lebih memilih ke negara yang mematok tarif pajak 10% karena telah memberikan carve-out 5%.

Sumber : Harian Kontan Selasa 27 Juli 2021, Halaman : 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only